Ini Respons Negara-negara Barat tentang Huawei
Cyberthreat.id – Nasib Huawei Technologies layaknya virus korona, sama-sama dari China, menghantui bagi sejumlah negara di dunia, terutama AS dan sekutunya.
Sejak tahun lalu, pemerintah Amerika Serikat mempropagandakan bahwa perangkat Huawei membahayakan keamanan nasional. Raksasa telekomunikasi China tersebut dituding AS memiliki hubungan dengan intelijen pemerintah China.
Namun, tudingan itu berkali-kali dibantah oleh Huawei. Propaganda buruk terhadap Huawei tersebut ternyata tak berlaku bagi Uni Eropa. Pada Rabu (29 Januari 2020), Uni Eropa mengumumkan petunjuk keamanan dalam pengembangan jaringan nirkabel 5G.
Dalam pedoman tersebut, tak ada pelarangan secara jelas yang merujuk pada nama Huawei. Namun, Uni Eropa menegaskan, bahwa vendor berisiko tinggi dilarang ambil bagian dalam pengembangan jaringan inti. Publik paham bahwa vendor yang dimaksud adalah Huawei.
Konflik AS dengan Huawei ini menjadi isu panas selama lebih dari setahun terakhir di bidang keamanan siber. Sejumlah negara ada yang mendukung AS, tapi ada pula yang tak sependapat.
Berikut ini tanggapan sejumlah negara Barat menyangkut Huawei, seperti dikutip dari Reuters:
Amerika serikat
Gedung Putih tak berhenti memberikan tekanan kepada sekutunya untuk menolak Huawei dengan mengatakan, bahwa perangkat mereka memiliki “pintu belakang” (backdoor)—perangkat lunak ini yang akan memungkinkan China memata-matai negara lain.
Berita Terkait:
- Huawei Diterima di Uni Eropa, Pukulan Telak Buat AS
- Inggris Sebut Huawei Vendor Berisiko Tinggi
- Soal Teknologi 5G, Prancis Terbuka untuk Huawei, Tapi...
- NATO Bahas Huawei, PM Inggris: Tak Perlu Musuhi Investasi
Inggris
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengizinkan Huawei dalam peran terbatas untuk mengembangkan jaringan seluler 5G, Selasa (28 Januari). Ini penolakan pertama negara Eropa dari tekanan AS. Sehari setelah itu, Amerika Serikat mendesak Inggris untuk melihat kembali keputusannya.
Australia
Australia melarang Huawei memasok peralatan untuk jaringan seluler 5G sejak 2018. Huawei pada awalnya membuat kesepakatan untuk memasang kabel bawah laut untuk membawa internet berkecepatan tinggi ke Kepulauan Solomon dan Papua Nugini, tetapi pada 2018 Australia memutuskan untuk mendanai dan membangun infrastruktur itu sendiri.
Berita Terkait:
- Sekali Lagi Soal Huawei, Trump: Ada Bahaya Keamanan!
- Kanada, Anggota Five Eye Terakhir yang Belum Putuskan Huawei
- Menkeu AS: Huawei Masalah yang Rumit
- Penasihat AS Desak Kanada Tak Pakai Teknologi 5G Huawei
Selandia Baru
Pada 2018, Selandia Baru, anggota aliansi berbagi intelijen Five Eyes bersama dengan Australia, Amerika Serikat, Inggris dan Kanada, memblokir pasokan peralatan 5G Huawei kepada Spark, perusahaan telekomunikasi negara tersebut.
Pada November 2019, Spark mengatakan, perusahaan tidak akan menggunakan Huawei secara eksklusif dalam peluncuran 5G-nya, tetapi akan tetap menjadikannya dalam daftar tiga perusahaan pemasok peralatan pilihan.
Kanada
Kanada menjadi satu-satunya anggota aliansi berbagi intelijen Fire Eye yang belum memutuskan apakah akan mengizinkan penggunaan teknologi 5G Huawei atau tidak.
Jerman
Kanselir Angela Merkel telah meminta anggota parlemen, bahwa keputusan akan diambil setelah KTT Uni Eropa pada Maret 2020. Jerman akan memutuskan, mengambil posisi menolak Huawei atau tidak dalam jaringan 5G di Jerman.
Hanya, ia mengatakan, mendukung persyaratan keamanan yang ketat untuk jaringan 5G, tapi tidak terfokus pada perusahaan tertentu. Dia menghadapi kritik dari orang-orang di partainya yang mendukung dorongan AS untuk langsung melarang Huawei.
Polandia
Huawei memiliki pijakan yang kuat di Polandia, tetapi masih dalam peninjauan lagi. Polandia mungkin memiliki permintaan keamanan yang berbeda untuk sistem jaringan inti 5G-nya.
Austria
Kanselir Sebastian Kurz tidak menutup kemungkinan memakai peralatan Huawei pada jaringan 5G di Austria. Namun, keputusan akan dikeluarkan setelah pihaknya berkoordinasi dengan Uni Eropa.[]