Ini Komentar BSSN Menyangkut PP 71/2019

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Jakarta, Cyberthreat.id - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) memperbolehkan agar data nonstrategis bisa disimpan di luar negeri. 

Menanggapi hal itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengimbau masyarakat untuk lebih teliti saat membaca isi PP tersebut.

Menurut Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN, Anton Setiyawan, pemerintah tentu memiliki prasyarat dan tidak serta merta membolehkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) privat menyimpan pusat data di luar negeri..

“Ada syaratnya, nanti coba dibaca lagi, itu bisa disimpan di luar negeri selama sistem di dalam negeri tidak tersedia,” kata Anton di Jakarta, Sabtu (9 November 2019.


Berita Terkait:


Ia menjelaskan, berdasarkan PP 71 untuk data yang strategis tetap harus berada di Indonesia. "Kalau yang bersifat layanan privat dan klasifikasinya rendah, itu boleh di luar negeri selama sistem di dalam negeri tidak tersedia. Maksudnya tidak ada pendukung seperti data center, layanan cloud dan lain-lain," ujar dia.

Kini, fokus BSSN adalah mendorong industri layanan data center dan komputasi awan (cloud computing) di dalam negeri untuk bisa bisa tumbuh dan berkembang.

“Sehingga yang privat pun kalau mau keluar enggak perlu, di dalam sudah ada. Tapi kalau enggak ada di dalam, ya mereka pasti akan keluar. Karena industri privat yang pertama adalah ketersediaan (reliable)," kata dia seperti dikutip dari Antaranews.com.


Berita Terkait:


"Bagaimana orang mau dagang, sistemnya enggak ter-back-up? Pasti orang memilih cloud yang di luar, pasti begitu. Jadi, pemerintah seimbangkan," kata Anton.

Namun, Pakar Keamanan Teknologi Informasi Gildas Deograt Lumy menyatakan tidak setuju dengan dibolehkannya data nonstrategis disimpan di luar negeri. "Mungkin karena pak Anton dari Pemerintah (BSSN), kalau saya kan tidak," ujar Gildas

Gildas mengaku turut serta dalam pembuatan PP 82/2012 sebelum akhirnya direvisi menjadi PP 71/2019 tentang PSTE yang berlaku sekarang.

“Saya ikut di Tim Perumusan Draf PP 82/2012 bersama teman-teman lain ditunjuk oleh menteri saat itu. Dan, diskusi yang panas dalam PP 82, salah satunya yang kemudian direvisi di PP 71,” ujar Gildas.


Berita Terkait:


Gildas mengaku cukup lama mereka memproses peraturan itu, dari 2009 hingga akhirnya disahkan pada 2012. Alasannya, karena tekanan cukup keras saat itu dari Asosiasi Bank Asing.

“Jadi, silahkan diterjemahkan sendiri. Ini sebetulnya diskusi klasik,” ujar Gildas.

Ia mengatakan jika pemerintah kemudian berpatokan pada PP 82 yang disahkan tujuh tahun lalu itu, seharusnya industri cloud computing dalam negeri bisa berkembang lebih baik.

Ia merasa pengaplikasian PP 82/2012 itu tidak dibarengi penegakan hukum yang maksimal. Akhirnya, PP tersebut pun direvisi menjadi PP 71/2019. “Masalahnya, di kita hukum lengkap, tapi penegakan hukumnya bermasalah,” kata Gildas.