Raker Perdana di DPR, Menkominfo Disindir Soal PP 71/2019

Menkominfo Johnny G Plate saat rapat kerja perdana dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Selasa (5 November 2019). | Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso

Jakarta, Cyberthreat.id - Ada enam kesepakatan yang dihasilkan dalam rapat kerja antara Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dengan Komisi I DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (5 November 2019).

Pertama, Komisi I DPR RI mendorong Kementerian Kominfo melaksanakan program kerja yang berkesinambungan dan bersinergi dengan program sebelumnya yang mampu mendorong pembangunan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara menyeluruh.

Kedua, Komisi I DPR RI bersepakat dengan Kemkominfo untuk memasukkan revisi Undang-Undang Penyiaran dan RUU Perlindungan Data Pribadi ke dalam RUU Prioritas Program Legislasi Nasional.

RUU tersebut diperlukan untuk mengatur sejumlah hal strategis terkait perkembangan teknologi dan migrasi penyiaran digital serta penyalahgunaan data pribadi.

Khusus, RUU Perlindungan Data Pribadi, Komisi I DPR RI dan Kemkominfo bersepakat untuk membahas drafnya selambat-lambatnya pada awal tahun 2020.

Ketiga, Komisi I DPR RI mendesak Kemkominfo terus meningkatkan peran sebagai “Leading Sector” program “Government Public Relation” sehingga mampu mengkoordinasikan Kementerian/ Lembaga lain untuk dapat menyampaikan kebijakan dan program kerja pemerintah dengan baik, cepat, dan informatif ke seluruh masyarakat.

Keempat, Komisi I DPR RI mendesak Kemkominfo untuk berkoordinasi dengan Kementerian/ Lembaga terkait guna memastikan bahwa peta jalan pengamanan siber mampu mengantisipasi berbagai ancaman kejahatan siber dan melindungi sistem pengamanan infrastruktur dan sumber daya vital di Indonesia.

Kelima, dalam rangka perlindungan data pribadi WNI dan menjaga ketahanan nasional, Komisi I DPR RI mendesak Kemkominfo untuk menyosialisasikan kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).

PP 71/2019 tentang PSTE mengatur bahwa penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup privat dapat melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan atau penyimpanan sistem elektronik dan data elektronik di wilayah Indonesia dan atau di luar wilayah Indonesia.

Terakhir, Komisi I DPR RI mendesak Kemkominfo melanjutkan target konektivitas digital termasuk penyediaan menara pemancar/penerima telekomunikasi (Based Tranceiver Station/BTS), akses internet, dan satelit multifungsi.

Komisi I DPR RI juga meminta Kemkominfo untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk pemenuhan anggaran yang dimaksud, demikian seperti dikutip dari Antaranews.com.

Kedaulatan data
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Sukamta mempertanyakan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam menjaga kedaulatan data. Ia mengganggap pemerintah inkonsistensi terkait kedaulatan data.

Sukamta awalnya mengulas pidato Jokowi di Kompleks MPR/DPR dalam memperingati HUT ke-74 RI dan peresmian  Palapa Ring di Istana Kepresidenan pada Oktober lalu.

"Soal data, Pak Presiden di tanggal 16 Agustus di (kompleks) parlemen, tadi Pak Menteri (Menkominfo) sudah menyampaikan ikut mendengarkan, bahwa data ini seperti new oil untuk dunia usaha," kata Sukamta.

"Waktu peresmian Palapa Ring, Pak Presiden sekali lagi menyampaikan tentang pentingnya data. Bahkan, beliau menekankan sekali bahwa data-data penduduk Indonesia, bukan hanya data strategis pemerintah, termasuk data konsumsi, data pola hidup bangsa Indonesia itu tidak boleh jatuh ke tangan asing," ia menambahkan, seperti dikutip dari Detik.com.

Namun, kata Sukamta, Presiden justru meneken PP 71/2019, di mana PSE lingkup privat diizinkan untuk mengelola, memproses dan menyimpan data elektronik di luar negeri.

Dengan ditekennya PP itu, kata Politikus PKS itu, justru pernyataan Presiden tidak sejalan dengan peraturan yang dia sahkan.

"Kalau tadi Pak Menteri kan mengatakan tidak ada kebijakan menteri, yang ada kebijakan presiden. Pertanyaannya kan begini, Pak Presiden ini bicara tidak tahu yang dibicarakan? Apa tanda tangan peraturan tidak tahu yang ditandatangani? Atau sebetulnya maunya Pak Presiden diterjemahkan begitu? Ini yang salah siapa kalau begini?" tutur Sukamta.

"Saya khawatir yang salah itu yang memberi naskahnya, gitu loh. Ya tapi saya nggak tahu, itu rumah tangganya Pak Menteri di Kominfo, karena PP ini asal usulnya dari Kementerian Kominfo," ia menambahkan.