ANCAMAN SIBER

Eropa Mulai Rasakan Dampak Regulasi Ruang Siber

Ilustrasi GDPR Uni Eropa

Jakarta, Cyberthreat.id - Departemen Digital, Budaya, Media dan Olahraga (DCMS) Inggris menyatakan Eropa mulai merasakan dampak positif berlakunya Regulasi Umum Perlindungan Data (GDPR). Sebuah artikel Forbes menyebut serangan siber terhadap perusahaan dan badan pemerintah berkurang.

Dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018, serangan siber yang menyerang Inggris turun sebesar 43 persen. GDPR mampu membuat perusahaan dan badan pemerintah mengambil tindakan strategis menyikapi berlakunya aturan-aturan di ruang siber.

"Cybersecurity mulai dipandang sebagai kebutuhan dan lebih serius dari sebelumnya. Sayangnya, tiga dari 10 perusahaan belum memiliki staf dan karyawan terlatih menghadapi serangan siber," kata Menteri DCMS Inggris Margot James dilansir Forbes.

Inggris merupakan salah satu negara yang paling banyak menderita serangan siber. Sebelum berlakunya GDPR, setiap perusahaan yang rentan serangan siber rata-rata menyiapkan seribu sampai 4 ribu poundsterling perbulan sebagai antisipasi agar tidak menderita kerugian.

"Ancaman di dunia maya bukan prioritas utama dalam sebuah bisnis, tapi meningkatnya serangan dengan berbagai variasi tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja ke depan," ujar Margot James.

Koordinasi dan Kolaborasi

Pemerintah Inggris melalui program CyberFirst menjalin kerja sama dengan industri dan instansi pendidikan untuk meningkatkan keamanan siber. Salah satu idenya adalah menarik lebih banyak anak muda milenial untuk berkarir di ruang siber.

Baru-baru ini 46 ribu anak-anak muda berusia 14 sampai 18 tahun di dorong untuk berkarir di bidang keamanan siber. Sebanyak 1800 anak-anak muda tersebut masuk ke dalam program yang lebih serius CyberFirst. 

Kemudian pemerintah juga mendukung diadakannya kompetisi siber. Inggris memang tak main-main. Berdasarkan survei Pusat Keamanan Siber Nasional (NCSC) Inggris menyiapkan dana sebesar 1,9 miliar pounsdterling untuk mempersiapkan keamanan siber. 

Direktur NCSC Clare Gardiner mengatakan Inggris ingin menjadikan ruang sibernya aman. Pemerintah Inggris, kata dia, menginginkan banyak orang bisa hidup dan berbisnis online meskipun lanskap keamanan siber tetap kompleks dan terus berkembang.

"Saat ini 48 persen bisnis dan 39 persen badan amal di Inggris mengalami serangan setiap bulan. Kami ingin tekan jumlahnya," kata Clare
Gardiner.

Pemerintah Inggris juga mengajak pihak yang memerlukan mendaftar pada inisiatif Cyber ​​Essentials. Di situ ada program bimbingan teknis yang diperbarui secara berkala tentang Kemitraan Berbagi Informasi Keamanan Siber ​​yang tersedia di situs web NCSC.