Zoom Aktifkan Password dan Ruang Tunggu Secara Otomatis

Zoom | Foto: Zoom.us

Cyberthreat.id – Ibarat seorang petinju berada di pojok ring, Zoom “dihajar bertubi-tubi" oleh lawannya dalam dua pekan terakhir. Aplikasi telekonferensi video ini dikritik tajam soal keamanan platform dan privasi pengguna.

Mendapati kritik tersebut, Zoom Video Communication Inc., perusahaan di balik aplikasi, akhirnya membuat pembaruan seperti yang diharapkan pengguna.

Sejak 5 April 2020, semua pertemuan atau rapat daring akan secara otomatis mengaktifkan perlindungan kata sandi dan ruang tunggu (Waiting Room). “Perlindungan kata sandi mengharuskan Anda perlu kata sandi untuk masuk rapat meski Anda telah memiliki ID rapat (meeting ID) yang dibagikan,” tulis Mashablediakses Senin (6 April 2020)—mengutip kebijakan baru Zoom.

Dengan mengaktifkan ruang tunggu, hal ini memungkinan admin (host) menerima secara selektif orang-orang yang menunggu untuk memasuki rapat. Jika, admin melihat nama orang yang tak dikenal, mereka dapat memilih untuk mengabaikannya.


Berita Terkait:


Menurut Mashable, langkah Zoom tersebut tidak sepenuhnya memperbaiki masalah privasi dan keamanan platform. Apalagi platform juga melakukan pengumpulan data dari pengguna, juga tidak sepenuhnya menjalankan enkripsi end-to-end yang dipahami publik. Meski begitu, platform mengakui kondisi tersebut dan berjanji untuk memperbaiki ke depan.

Sebelumnya, siapa saja bisa mengikuti pertemuan daring Zoom asalkan mengetahui tautan rapat tersebut. Inilah celah yang dimanfaatkan orang-orang iseng untuk melakukan “pengeboman” atau membuat onar acara virtual dengan konten-konten tak pantas, seperti pornografi, rasis, dan lain-lain. Istilah “serangan siber” ini disebut dengan zoombombing.


Berita Terkait:


Sejak maraknya zoombombing, bahkan Departemen Pendidikan New York City meminta agar sekolah-sekolah tak lagi memakai Zoom dan beralih ke platform lain, yaitu Microsoft Teams. Sejumlah sekolah di Nevada dan Los Angeles juga melakukan hal serupa.

Badan Investigasi Federal (FBI) juga mengingatkan lembaga-lembaga pendidikan untuk memperhatikan keamanan siber selama pembelajaran daring (e-learning). Tak menutup kemungkinan, kata FBI, maraknya belajar di ruang-ruang virtual juga menjadi target penjahat siber.[]