Marak Zoombombing, New York Larang Sekolah Pakai Zoom
New York City, Cyberthreat.id – Kepala Departemen Pendidikan New York City, Amerika Serikat, Richard Carranza, Sabtu (4 April 2020) malam, mengumumkan, pelarangan sekolah-sekolah menggunakan aplikasi Zoom. Alasannya, aplikasi telekonferensi video tersebut memiliki kelehamah terkait dengan keamanan dan privasi penggunanya.
“Staf Departemen Pendidikan dan penyedia layanan harus berhenti menggunakan Zoom sesegera mungkin,” tulis Carranza dalam surat elektronik (email) yang dikrimkan ke para kepala sekolah, seperti dikutip dari Fast Company.
Ia merekomendasikan agar sekolah-sekolah beralih menggunakan aplikasi Microsoft Teams untuk belajar jarak jauh selama wabah Covid-19. Menurut dia, aplikasi Microsoft Teams telah sesuai dengan Undang-Undang Privasi dan Hak Pendidikan Keluarga (FERPA) AS.
Sementara, menurut Washington Post, Sabtu, sekolah distrik di Nevada juga tak lagi memakai Zoom selama proses belajar daring. Clark County Public School di Las Vegas, Nevada, misalnya, telah membuat pernyataan untuk menonaktifkan akses ke Zoom sebagai langkah antisipasi dari peretasan. Namun, mereka belum memutuskan untuk alternatif lain selain Zoom. Sejumlah guru sekolah dasar di Los Angeles juga melakukan hal serupa, meninggalkan Zoom untuk kelas virtualnya.
Berita Terkait:
- Pelaku Zoombombing Bisa Dikenai Hukuman Denda Hingga Penjara
- Ribuan Rekaman Video Zoom Bocor dan Beredar di Internet
- Setop Bagikan Tautan Rapat Zoom di Medsos, Ada Zoombombing!
- CEO Zoom Eric Yuan Akhirnya Minta Maaf ke Pengguna
- Tips Agar Rapat Online Zoom Anda Tidak Disusupi Zoombombing
Sebelumnya, 1 April lalu, Pusat Pengaduan Kejahatan Internet (IC3) Biro Investigasi Federal (FBI) mengeluarkan peringatan agar selama aktivitas daring, lembaga pendidikan dan karyawan yang bekerja dari rumah (work from home/WFH) berhati-hati dari ancaman siber.
IC3 menyatakan, telah menerima dan memeriksa lebih dari 1.200 pengaduan terkait penipuan internet berkedok Covid-19. Dalam beberapa pekan terakhir, FBI mendeteksi adanya aksi phishing (tautan jebakan untuk mencuri kredensial akun daring), serangan DDoS ke lembaga pemerintah, ransomware yang menargetkan institusi layanan kesehatan, dan situs web palsu Covid-19 yang mengunduh malware.
Berdasarkan tren itu, FBI menilai kelompok serangan tersebut tak menutup kemungkinan menargetkan sekolah-sekolah karena selama wabah ini lebih banyak beralih ke ruang virtual.
“Karena anak-anak mungkin tidak menyadari bahaya mengunjungi situs web yang tidak dikenal atau mengobrol dengan orang asing,” tutur FBI seperti dikutip dari Dark Reading.
Berita Terkait:
- Kirim Data ke Facebook, Aplikasi Zoom Digugat ke Pengadilan
- SpaceX dan NASA Melarang Karyawan Gunakan Zoom
- Gerilya Cybercrook Membidik Zoom
- Zoom Kalahkan Microsoft Teams Selama Work From Home
FBI juga menerima laporan publik terkait dengan gangguan di kelas-kelas daring. Salah satunya, laporan dari Presiden Universitas Florida W. Kent Fuchs. Ia mengatakan, selama kuliah daringnya ada seseorang mengirimkan pesan rasis, swastika, pornografi, dan menebarkan ancaman jiwa.
Pemakaian Zoom oleh para siswa dan sekolah di AS melambung sebulan terakhir. Aplikasi ini terbilang simpel sehingga para siswa mudah untuk mengikuti kelas-kelas virtual dari perangkat apa pun.
Namun, Zoom memiliki kelemahan privasi dan keamanan, yaitu siapa saja bisa mengikuti pertemuan daring Zoom asalkan mengetahui tautan rapat tersebut. Inilah celah yang dimanfaatkan orang-orang iseng untuk melakukan “pengeboman” atau membuat onar acara virtual dengan konten-konten tak pantas, seperti pornografi, rasis, dan lain-lain. Istilah “serangan siber” ini disebut dengan zoombombing.[]