Setop Bagikan Tautan Rapat Zoom di Medsos, Ada Zoombombing!

Ilustrasi rapat online dengan aplikasi Zoom. | Foto: Zoom.us

Cyberthreat.id – Sejak penyakit virus corona (Covid-19) mewabah di dunia, banyak pemerintahan, perusahaan, dan kampus “merumahkan” pegawai atau mahasiswanya sebagai cara untuk menghambat penyebaran virus semakin luas.

Selama bekerja dari rumah (work from home/WFH), penggunaan aplikasi konferensi video atau telekonferensi naik tajam. Zoom menjadi salah satu aplikasi telekonferensi yang terpopuler itu. Namun, sejak itu pula para “pengganggu” mulai mengusili rapat-rapat daring (online).

Untuk pertama kalinya, pertemuan kuliah yang dilakukan Lance Gharavi dilakukan via Zoom. Ada 150 mahasiswa yang mengikuti sesi mata kuliah “Pengantar Storytelling”-nya. Namun, kuliah daring itu menjadi berantakan setelah seorang peserta menampilkan gambar atau video porno di kamera.

Profesor Sekolah Film, Tari, dan Teater di Arizona State University itu tak menyadari hal itu sampai seorang mahasiswanya memberitahu di ruang obrolan (chat)—selain menampilkan layar kamera video, Zoom juga menyediakan fitur obrolan. Komentar pun bermunculan. Peserta kuliah yang memakai nama layar palsu semakin membuat rusuh ruang obrolan.

“Obrolan menjadi sangat aktif. Sebagian besar komentar tidak pada topik [mata kuliah, red]. [Kata-katanya] vulgar, rasis, dan khas ‘humor toilet’. Tapi, saya tidak menyebutnya sebagai humor,” tutur Gharavi.


Berita Terkait:


Prof Gharavi tak sendirian. Di University of Southern California insiden serupa juga terjadi ketika seorang profesor kampus itu sedang mengajar kelas daringnya. Seorang jurnalis dan kontributor New York Times, Kara Swisher dan partnernya Jessica Lessin juga terpaksa menutup layar lantaran saat mengikuti rapat Zoom di sebuah acara, setelah 15 menit berjalan, seorang peserta “membom” denga video “2 Girls One Cup”—film porno yang menjijikkan.

Insiden-insiden itu memunculkan istilah baru “Zoombombing”—kata “zoom” mengacu ke aplikasi telekonferensi, sedangkan “bombs” merujuk pada konten-konten rasis atau pornografi yang biasanya dibagikan ke sebuah grup oleh pengguna yang tak dikenal.

Gharavi mengatakan, tidak tahu siapa perusuh kuliah daringnya itu, apakah mahasiswanya atau seorang peretas. Ia pun mengakhiri sesi pertama kuliahnya itu lebih awal karena tidak punya cara lain untuk mengendalikan obrolan. Dan, ia meminta maaf kepada mahasiswanya atas kejadian itu.

“Saya belum cukup ahli dalam mengelola rapat Zoom . Jadi, saya akhirnya menghentikan perkuliahan," kata dia.

Selepas kejadian itu, ia menghabiskan hari yang tersisa untuk mempelajari bagaimana mengontrol ketat di kelas Zoom­­-nya.

“Saya mendapat banyak email dari mahasiswa betapa kesalnya mereka. Namun, mereka mendukung saya dan mengatakan, ‘ini bukan salahmu,” kata Gharavi.

Gharavi benar-benar syok. Tak sedikit orang yang sedang belajar bagaiman cara mengatur privasi platform telekonferensi itu.

Tak ada proteksi

Siapa saja bisa mengikuti rapat atau pertemuan daring Zoom selama ia mengetahui tautan rapat itu. Terlebih, tautan itu tak ada kata sandi sehingga kondisinya terbuka untuk umum.

Maka dari itu, seorang “tuan rumah” (host) rapat atau pertemuan Zoom jangan sembarang membagikan tautan  rapat Zoom ke media sosial. Jika memang ingin berbagi tautan, pastikan hanya pada anggota atau peserta rapat dan memberitahukan agar tidak dibagikan di luar peserta.

Namun, seiring wabah Covid-19, seminar atau diskusi publik juga mulai menggunakan aplikasi Zoom. Poster-poster diskusi yang disebarkan di media sosial termasuk mencantumkan tautan rapat Zoom. Tautan ini rentan diakses oleh perusuh yang siap “mengebom”.[]