Kirim Data ke Facebook, Aplikasi Zoom Digugat ke Pengadilan


Cyberthreat.id- Seorang pengguna Zoom dilaporkan telah melayangkan gugatan class action terhadap perusahaana penyedia layanan konferensi video online itu. Gugatan dilakukan lantaran Zoom mengirimkan data ke pihak ketiga seperti Facebook tanpa memberitahu pengguna.

Dilansir dari Business Insider, gugatan itu diajukan di pengadilan California pada Senin lalu.  Dokumen gugatan itu dapat dilihat di tautan ini.

Penggugat menuding Zoom tidak melindungi informasi pribadi penggunanya ketika pada saat bersamaan penggunanya melonjak lantaran adanya kebijakan kerja dari rumah (work from home) yang diambil sejumlah negara untuk membatasi orang-orang berkumpul di dunia nyata dan menularkan virus corona yang sedang mewabah ke orang lain.

“Saat memasang atau setiap membuka aplikasi Zoom, Zoom mengumpulkan informasi pribadi penggunanya tanpa pemberitahuan atau otorisasi yang memadai, informasi pribadi ini kepada pihak ketiga, termasuk Facebook, yang menyerang privasi. jutaan pengguna,” tuduh gugatan itu.

Zoom tidak mengomentari gugutan itu ketika dihubungi oleh Business Insider.

Gugatan mengacu pada laporan dari Motherboard  yang diterbitkan minggu lalu, yang menemukan bahwa versi iOS dari aplikasi Zoom mengirimkan analisis ke Facebook bahkan untuk pengguna yang tidak memiliki akun Facebook.

Sebagai catatan, Zoom menyediakan opsi login untuk masuk dengan akun Facebook. Meski Facebook telah mengumumkan bahwa menggunakan opsi itu bisa membuat sebuah aplikasi mengirim data pengguna ke Facebook, namun Zoom tidak menjelaskan itu di kebijakan privasinya.

Zoom belakangan mengatakan telah menghapus kode pemograman yang berjalan pada aplikasi untuk iOS untuk menghentikan pengiriman data ke Facebook.

Perusahaan mengatakan kepada Motherboard pada saat itu: "Zoom sangat memperhatikan privasi penggunanya. Kami awalnya menerapkan fitur ‘Login dengan Facebook’ menggunakan SDK Facebook untuk memberi pengguna kami cara lain yang nyaman untuk mengakses platform kami. Namun, kami baru-baru ini menyadari bahwa Facebook SDK sedang mengumpulkan data perangkat yang tidak perlu."

Selama lonjakan penggunaan baru-baru ini, Zoom juga mengalami kesulitan dengan troll melakukan panggilan dan berbagi gambar atau gambar yang mengecewakan, atau dikenal sebagai "Zoom bombing."

Mengutip keterangan FBI, Fortune mengatakan dalam sepekan terakhir laporan mengenai zoom bombing cukup tinggi.

Zoom bombing adalah kondisi ketika seseorang yang tidak dikenal masuk ke sebuah pertemuan online dan mengacaukannya.

Insiden ini disebut terjadi di seluruh dunia, mulai dari pertemuan sederhana hingga kelas tinggi. Para pelaku biasanya mengacaukan sebuah pertemuan dengan mengatakan hal-hal rasial hingga mengirimkan gambar mengganggu.

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Setelah dicek, ternyata masalahnya bukan dari platformnya, melainkan dari tindakan penggunanya.

Menurut Cofounder dan CEO Cybint Roy Zur, kebanyakan pengguna yang menjadi korban zoom bombing, biasanya menyetel pertemuan Zoom menjadi publik, sehingga dapat diakses siapa pun yang memiliki link tautan pertemuan itu.

Roy mengatakan, pelaku tinggal mencari pertemuan yang digelar melalui Facebook atau media sosial lain dengan mengetik zoom.us. Hal ini dilakukan sebab biasanya tautan pertemuan semacam itu diunggah di media sosial.

Selain itu, ada beberapa forum khusus, seperti di Reddit yang memang ditujukan untuk mengungkap deretan ID pertemuan Zoom Classroom.

Karena itu, pengguna disarankan jangan pernah membagikan link ke publik jika meetingnya bersifat privat.

Setelah merebaknya kasus itu, Zoom sendiri kini sudah menyetel otomatis menjadi privat. Walhasil, jika ada orang asing yang hendak bergabung, harus memasukkan kata kunci.

Sebelumnya, Jaksa Agung New York, Letitia James, mengirimkan surat kepada Zoom terkait dugaan praktik pelanggaran privasi dan keamanan datanya.

Pada Senin (30 Maret 2020) Kantor jaksa agung New York melalui surat resmi menanyakan kepada Zoom apakah perusahaan menerapkan langkah-langkah keamanan baru untuk menangani peningkatan lalu lintas di jaringannya.

"Termasuk untuk mendeteksi peretas dan kejahatan lainnya," tulis surat tersebut dilansir New York Times, Senin (30 Maret 2020).[]

Liputan Mendalam: