PP 71/2019 Kontraproduktif dengan Ekonomi Digital

Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi, di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (9 November 2019). | Foto: Cyberthreat.id/Oktarina Paramitha Sandy

Jakarta, Cyberthreat.id –  Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi, mengatakan, terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) akan mengancam kedaulatan data nasional.

PP 71 tersebut merupakan pengganti dari PP Nomor 82 Tahun 2012. Menurut dia, dalam PP 71 secara umum adalah pelengkap untuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hanya, yang menjadi masalah, kata dia, terkait dengan ketentuan penempatan pusat data (data center) dari penyelenggara sistem elektronik (PSE).

“Jangan sampai orang di luar warga negara Indonesia mengetahui data-data milik warga negara Indonesia. Memang, di PP 71 ini yang menjadi keraguan kami. Kami ragu, jangan sampai data kita tidak berdaulat,” ujar Heru kepada Cyberthreat.id di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (9 November 2019).

Heru juga tak sependapat jika PP 71 justru ingin membuka keran ekonomi digital agar berkembang di Indonesia.

“Saya Justru melihat jika PP 71 ini kontraproduktif dengan tujuan pengembangan ekonomi digital di Indonesia. Jika dianggap memperbanyak investasi, menurut saya ini justru melemahkan,” ujar Heru.

Berikut petikan wawancara jurnalis Cyberthreat.id  Oktarina Paramitha Sandy dengan Heru Sutadi:

Pendapat Anda dengan terbitnya PP 71?

Secara general Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019, itu kami anggap sebagai pelengkap dari UU ITE. Banyak pasal yang tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah terkait dengan ketentuan yang mengubah penempatan data center. Jika sebelumnya pada PP 82/2012, kewajiban [pusat data ditempatkan] di dalam [negeri], ini [pusat data] malah di luar [negeri].


Berita Terkait:


Mengapa PP 71 bertentangan dengan kedaulatan data?

Kalau kita lihat pada pidato Presiden Jokowi sebelumnya [Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2019 dan pidato peluncuran Palapa Ring pada 14 Oktober 2019), beliau concern jika kedaulatan data ini harus dijaga.

Jangan sampai orang di luar warga negara Indonesia mengetahui data-data milik warga negara Indonesia. Memang, di PP 71 ini ketika ada perubahan tersebut, ini yang menjadi keraguan kami. Kami ragu, jangan sampai data kita tidak berdaulat.

Karena berdasarkan pengalaman kami, katanya tidak masalah data kita di simpan di luar [negeri] selama bisa diakses, tapi dalam praktiknya tidak seperti itu.

Saya ngalamin ketika menjadi regulator mengetahui, misalnya, data-data yang berkaitan dengan penegakan hukum, sangat sulit sekali kita dapatkan jika data center di luar [negeri] dan pendekatan hukumnya berbeda. Dan, masih banyak kasus lainnya.

Sehingga kalau ini dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak mengubah bagaimana kita menyikapi data, itu agak diragukan. Dan, ini tidak sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi mengenai kedaulatan data.

Daulat itu berkaitan dengan penempatan data center di Indonesia sesuai dengan aturan PP 82.

Menurut pemerintah PP 71 akan menumbuhkan investasi di Indonesia. Pendapatnya?

Berkaitan dengan tujuan memperbanyak investasi, saya justru memiliki data, bahwa dengan PP 82 justru investor yang datang ke Indonesia ini cukup banyak.

Indonesia ini menjadi salah satu pusat data center dunia walaupun kita cuma masuk 50 besar, ya. Dibandingkan sebelumnya, tidak ada.

Kalau kominfo bilang [PP 71] akan menarik investor, ini justru malah sebaliknya. Kalau misalnya tidak ada kewajiban meletakkan data center di Indonesia, ya, untuk apa dibuat, Pasti semua akan menaruh di luar semua. Padahal, kita tengah memasuki era di mana data menjadi new oil.


Berita Terkait:

 


PP 71 menjadi regulasi transisi sebelum adanya RUU PDP. Komentarnya?

Nah kalau dibilang ini sebagai transisi sebelum ada RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) itu malah agak aneh. Logikanya kan juga kenapa kita enggak bikin PDP saja. Karena PDP saja pembahasannya belum jelas dan ini harus dibahas bersama. Ada tiga undang-undang yang harus kita bahas, PDP, Keamana dan Ketahanan Siber, dan ITE. Dalam UU ITE sendiri masih banyak pasal yang harus diperbaiki.

Bagaimana jika PP 71 ini dikaitkan dengan pengembangan ekonomi digital?

Saya justru melihat jika PP 71 ini kontraproduktif dengan tujuan pengembangan ekonomi digital di Indonesia. Jika dianggap memperbanyak investasi, menurut saya, ini justru melemahkan. Menguatkan mungkin hanya Indonesia sebagai pasar saja, yang harusnya memberikan banyak manfaat bagi raknyat Indonesia.

Ini saya rasa bertentangan antara pemikiran dan faktanya nanti. Salah satu penguat investasi justru dengan adanya PP 82. Dan, aturan kita terkait dengan PP 82 ini justru dikutip oleh India. Dengan PP 82, nantinya platform seperti Facebook, WhatsApp, Twitter, dan lainnya kan punya data center di Indonesia.

Apakah PP Nomor 71 ini perlu direvisi kembali?

PP ini memang harus direvisi kembali agar tidak merugikan beberapa pihak saja. Menteri yang baru harus mengevaluasi kembali PP 71 ini bersama dengan Kemenkopolhukam agar ini ada perubahan lagi.

Redaktur: Andi Nugroho