Selain Peretasan WhatsApp, Keluarga Panitia Diskusi Online Pemecatan Presiden Diancam Bunuh

Poster seminar sebelum judulnya diganti

Cyberthreat.id - Selain mengalami peretasan WhatsApp, sejumlah orang yang terlibat mempersiapkan diskusi online 'pemecatan presiden' yang digarap oleh mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) mendapatkan serangkaian aksi teror, termasuk ancaman pembunuhan.

Diskusi ini semula dijadwalkan digelar lewat aplikasi Zoom pada Jumat (29 Mei 2020) pukul 14.00 hingga 16.00 WIB. Namun, adanya ancaman pembunuhan dan intimidasi terhadap pemateri dan panitia, demi alasan keamanan, akhirnya diskusi dibatalkan.

Semula dalam banner promosi acara yang diunggah di sosial media, panitia memberi judul "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan."

Namun, judul itu memantik kontroversi. Seorang dosen UGM Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana UGM Bagas Pujilaksono Widyakanigara membuat tulisan dan menyebar di medsos. Dalam tulisannya, Bagas menuduh adanya gerakan makar di balik diskusi ini.

Tulisan itulah yang diduga memantik perlawanan terhadap diskusi itu. Namun, kepada Tempo, Bagas membantah telah memprovokasi orang sehingga terjadinya ancaman.

"Saya kan tidak memprovokasi. Saya cuma membaca dari poster itu," kata Bagas.

Setelah ramai dibincangkan, panitia menyadari judul itu bisa menimbulkan multitafsi. Walhasil, judulnya diganti menjadi "Meluruskan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan."

Namun, rupanya pergantian judul itu tak menghentikan ancaman.

Dekan Fakultas Hukum UGM, Sigit Riyanto, menjelaskan setelah polemik itu, sejumlah orang yang terlibat mendapatkan teror sejak Kamis (28 Mei 2020).

"Tanggal 28 Mei 2020 malam, teror dan ancaman mulai berdatangan kepada nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan: pembicara, moderator, serta narahubung," kata Sigit dalam keterangan tertulis Sabtu (30 Mei 2020).

"Berbagai terror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas 'Constitutional Law Society' (CLS) mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka," lanjut Sigit.

Teror, kata Sigit, terus berlanjut hingga Jumat kemarin. Selain yang terlibat dalam mempersiapkan diskusi, keluarga mereka juga menjadi sasaran. Menurut Sigit, ada dua orang tua mahasiswa yang menyiapkan acara itu mendapat pesan teks berisi ancaman pembunuhan. Pengirim pesan mengatasnamakan salah satu organisasi masyarakat.

"Saya akan bunuh keluarga bapak semuanya kalo gabisa bilangin anaknya". Lalu pesan lainnya juga bernada ancaman yang hampir mirip yaitu "Tolong serahin diri aja. Saya akan bunuh satu keluarga *****," demikian antara lain bunyi pesan itu.

""Selain mendapat teror, nomor telepon serta akun media-sosial perorangan dan kelompok 'Constitutional Law Society' (CLS) diretas pada tanggal 29 Mei 2020. Peretas juga menyalahgunakan akun media-sosial yang diretas untuk menyatakan pembatalan kegiatan diskusi, sekaligus mengeluarkan (kick out) semua peserta diskusi yang telah masuk ke dalam grup diskusi. Selain itu, akun instagram 'Constitutional Law Society' (CLS) sudah tidak dapat diakses lagi," tambah Sigit.

Terpisah, dosen hukum tata negara Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar, juga membenarkan adanya mahasiswa yang mendapat teror.

"Mereka mendapatkan ancaman pemanggilan dari orang yang mengaku dari kepolisian dan ada ancaman mau dibunuh," kata Zainal.

Menurut Zainal, ada upaya dari orang tak bertanggung jawab yang mengaku dari kepolisian hendak melakukan penangkapan.

"Polisi seharusnya mengejar orang yang melakukan pengancaman ini. Sebab, nama lembaga kepolisian digunakan untuk mengancam orang," kata dia.

Menurutnya ada 4 anggota panitia dan narasumber diskusi yang diancam. Keluarga mereka juga diteror. Bahkan, peneror meretas akun Whatsapp milik pembicara dan panitia.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Komisaris Besar Yuliyanto menyatakan belum mengetahui secara rinci adanya teror itu.  Dia juga belum bisa menanggapi adanya orang yang mengaku sebagai polisi dan menebar teror.
"Saya cek dulu, ya, ke jajaran," kata dia.

Atas peristiwa ini, Fakultas Hukum UGM pun menyatakan sikap:

1. Mengapresiasi dan mendukung kegiatan diskusi akademik mahasiswa dengan judul “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam kelompok diskusi ilmiah mahasiswa “Constitutional Law Society” (CLS) pada tanggal 29 Mei 2020. Kegiatan ini merupakan salah satu wujud kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat yang selayaknya kita dukung bersama.

2. Mengecam sikap dan tindakan intimidasi terhadap rencana kegiatan diskusi yang berujung pada pembatalan kegiatan diskusi ilmiah tersebut. Hal ini merupakan ancaman nyata bagi mimbar kebebasan akademik, apalagi dengan menjustifikasi sepihak secara brutal bahkan sebelum diskusi tersebut dilaksanakan. Fakultas Hukum UGM mendorong segenap lapisan masyarakat untuk menerima dan menghormati kebebasan berpendapat dalam koridor akademik, serta berkontribusi positif dalam menjernihkan segala polemik yang terjadi di dalam masyarakat.

3. Mengecam berita provokatif dan tidak berdasar terkait dengan kegiatan akademis tersebut yang kemudian tersebar di berbagai media dan memperkeruh situasi. Hal ini mengarah pada perbuatan pidana penyebaran berita bohong, serta pencemaran nama baik. Fakultas Hukum UGM perlu menyampaikan pentingnya kesadaran hukum kepada seluruh masayarakat untuk tidak melakukan tindakan kejahatan dan pelanggaran hukum, utamanya yang menyebabkan kerugian bagi pihak lain dan masyarakat umum.

4. Berempati kepada keluarga mahasiswa yang mendapatkan tekanan psikologis akibat ancaman teror yang tidak seharusnya terjadi, terlebih di dalam situasi pandemik yang sudah cukup memberikan tekanan fisik dan mental kepada kita semua. Fakultas Hukum UGM perlu untuk melindungi segenap civitas akademika, termasuk semua yang terlibat di dalam kegiatan tersebut, terlebih dengan terjadinya intimidasi, teror, dan ancaman yang ditujukan kepada pihak-pihak di dalam kegiatan tersebut, termasuk keluarga mereka. Dalam hal ini, Fakultas Hukum UGM telah mendokumentasikan segala bukti ancaman yang diterima oleh para pihak terkait, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melindungi segenap civitas akademika Fakultas Hukum UGM serta pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa ini.[]