Anda Jadi Korban Peretasan? ICSF Sarankan Bikin Laporan ke Polisi
Jakarta, Cyberthreat.id – Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja K menyarankan agar sesorang yang akun media sosial atau layanan pesan daringnya diretas segera melaporkan ke kepolisian.
Dengan melakukan pelaporan, kata dia, akan ada pemeriksaan forensik digital sehingga akan jelas bukti-bukti peretasan tersebut.
Ardi mengatakan hal itu menanggapi pertanyaan Cyberthreat.id, Minggu (31 Mei 2020) terkait dengan sejumlah klaim peretasan yang dialami oleh sejumlah aktivis dan dosen beberapa waktu belakangan.
Seperti diketahui, sejumlah orang yang terlibat mempersiapkan diskusi online “pemecatan presiden” yang digarap oleh mahasiswa Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menjadi korban peretasan akun WhatsApp. Mereka juga diteror dengan ancaman pembunuhan.
Diskusi semula dijadwalkan lewat aplikasi Zoom pada Jumat (29 Mei 2020) pukul 14.00 hingga 16.00 WIB. Namun, adanya ancaman pembunuhan dan intimidasi terhadap pemateri dan panitia, demi alasan keamanan, akhirnya diskusi dibatalkan.
Semula dalam banner promosi acara yang diunggah di medsos, panitia memberi judul "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan."
Berita Terkait:
- Awas! Ini Modus Baru Hacker Bajak WhatsApp Anda
- 4 Kasus Peretasan WhatsApp Aktivis yang Kritik Pemerintah
Ardi mengatakan, sebaiknya sebelum memberikan pernyataan secara terbuka, korban lebih dulu melaporkan ke kepolisian.
"Sebaiknya dibuat berita acara pelaporan baru bisa ditindak-lanjuti, sebelum berkembang isu atau berita yg tidak tepat di masyarakat," ujar Ardi.
“Harus bisa dibuktikan melalui penyidikan forensik digital sebelum mengklaim akun WhatsApp-nya diretas."
Di satusu sisi, Ardi juga mendesak aparat hukum harus bekerja dengan sungguh-sungguh menyelesaikan kasus dugaan peretasan dengan sangat baik.
"Kasus seperti ini bisa menjadi sensasi. Padahal diretas kan bisa juga dilakukan orang terdekat kan," ujar Ardi.
Sebelumnya, Ahli Digital Forensik Muhammad Nur Al-azhar kepada Cyberthreat.id, mengatakan, mengenai serangan siber (cyberattack), ada tiga tahapan penting yang harus diperhatikan, yaitu sebelum kejadian (pre-incident), saat kejadian (during incident), dan setelah kejadian (post-incident).
Tugas dari forensik digital, kata dia, dimulai setelah kejadian serangan siber. Investigasi dan analisis ahli forensik digital sangat ditunggu oleh klien atau publik. Ia mencontohkan jika ada serangan siber pada rumah sakit. “Jika hasil investigasi tidak diberikan ke masyarakat, tentu akan membuat masyarakat bertanya-tanya,” kata dia.
“Publik itu tidak mau tahu soal before atau during, publik itu kan mau tahu setelah insiden itu seperti apa kasusnya,” tutur anggota tim perumus Peta Okupasi Nasional Keamanan Siber yang disusun Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tersebut.
Nur mengatakan, setelah terjadi serangan siber, ada dua hal yang harus dilakukan, yakni mitigasi dan investigasi. Mitigasi akan berkaitan erat dengan pemulihan sistem (recovery system), sedangkan investigasi berkaitan dengan apa yang sedang terjadi, dan investigasi inilah yang membutuhkan kemampuan dari seorang forensik digital.
Forensik digital adalah penggunaan teknik analisis dan investigasi untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, memeriksa dan menyimpan bukti atau informasi yang secara tersimpan dan disandikan pada komputer atau media penyimpanan digital.[]
Redaktur: Andi Nugroho