Pemindai Virus Corona Laporkan Data Pengguna ke Polisi
Cyberthreat.id - Bulan lalu, China meluncurkan aplikasi untuk mendeteksi apakah seseorang telah melakukan 'kontak dekat' dengan orang-orang yang terpapar virus corona. Warga di sana diharuskan menggunakan perangkat lunak itu di ponsel mereka. Dengan begitu, bisa dipantau apakah mereka harus dikarantina atau diizinkan masuk ke mal, kereta bawah tanah, atau ruang publik lainnya. (Baca: China Luncurkan Aplikasi Pendeteksi Corona pada Jarak Dekat)
Namun, laporan the New York Times awal Maret lalu menyebutkan, sistem itu tidak hanya memutuskan secara real time apakah seseorang berisiko menularkan virus, namun tampaknya juga berbagi informasi dengan polisi, juga menetapkan bentuk-bentuk baru kontrol sosial otomatis yang dapat bertahan lama setelah wabah virus corona mereka.
Aplikasi yang disebut dengan The Alipay Health Care itu, menandai seseorang berdasarkan warna. Setelah memindai kode QR code, aplikasi akan menandai pemilik ponsel dengan warga hijau, kuning, atau merah. Jika yang keluar adalah warna hijau, artinya orang tersebut sehat dan dapat berkeliaran di kota tanpa batas. Jika mendapat warna kuning, itu artinya harus menjalani karantina tujuh hari. Sedangkan jika mendapat warna merah, orang itu harus menjalani karantina 14 hari.
Setelah mempelajari kode pemograman pada aplikasi itu, the New York Times menemukan bahwa segera setelah pengguna memberikan akses perangkat lunak ke data pribadi, sepotong program berlabel "reportInfoAndLocationToPolice" (laporkan informasi dan lokasi ke polisi) mengirimkan data lokasi, nama kota, dan nomor kode pengidentifikasi (user ID) ke server yang seharusnya milik pihak berwenang.
Perangkat lunak tidak menjelaskan kepada pengguna bahwa datanya dikirim ke polisi. Tetapi menurut kantor berita Xinhua yang dikelola pemerintah dan akun media sosial polisi resmi, otoritas penegak hukum adalah mitra penting dalam pengembangan sistem.
Sekedar informasi, aplikasi ini tersedia atas bantuan Ant Financial, bagian dari grup raksasa e-commerce China, Alibaba.
Aplikasi membagikan data ke ini ke server setiap kali seseorang memindai kode. Hal ini memudahkan otoritas melacak pergerakan seseorang. Meskipun hal biasa bagi perusahaan teknologi China berbagi data dengan pemerintah, metode langsung ini menjadi presden baru.
Tidak banyak detail tentang bagaimana kode-kode itu diberikan. Namun, secara spekulatif, Tingkok menggunakan pengawasan dan kecakapan teknologi tinggi untuk mengidentifikasi orang yang mungkin terjangkitt virus.
Laporan dari TechNode, misalnya, menyebutkan beberapa pengguna menunjukkan bahwa anggota dari keluarga yang sama yang telah diisolasi mendapat hasil pemindaian yang berbeda dari aplikasi itu. Jadi, sulit sepenuhnya mengandalkan aplikasi itu.
Ketika situasi di China semakin memburuk dari hari ke hari, pemerintah setempat berupaya lebih keras untuk melacak orang-orang yang mungkin terdampak Covid-19. Pada hari-hari awal wabah, masker muka menyulitkan sistem pengenalan wajah mendeteksi orang-orang yang mungkin sedang dilacak oleh pemerintah.
Bulan lalu, raksasa pencarian Cina, Baidu, memperkenalkan sistem AI yang disebut bisa mengenali wajah seseorang meskipun sedang memakai masker. (Baca: Kala Teknologi AI China Turun Tangan Deteksi Virus Corona).
Hal serupa juga dlakukan oleh SenseTime yang mengembangkan alogartma yang dapat mendeteksi wajah seseorang bahkan ketika sedang mengenakan topeng. (Baca: China Kembangkan Pengenal Wajah yang Tertutup Masker).
Maya Wang, seorang peneliti China di bidang hak asasi manusia, mengatakan bawah pengwasan seperti itu akan menjadi preseden dalam sejarah.
"Wabah virus corona terbukti menjadi salah satu landmark dalam sejarah pengawasan massal di China," kata Maya Wang.
Foto: The New York Times
Ant Financial menolak menjawab pertanyaan tentang bagaimana sistem buatannya bekerja. Mereka hanya mengatakan bahwa departemen pemerintah menetapkan aturan dan mengendalikan data. Alipay memiliki 900 juga pengguna di seluruh China.
Leon Lei, 29 tahun, mendaftar lewat kode Alipay sebelum meninggalkan kampung halamannya di Anqing untuk kembali bekerja di Hangzhou. Pada awalnya, ia mendapat kode berwarna hijau. Padahal, sehari sebelum dia pergi, kodenya masih merah. Ia tak tahu kenapa hasilnya bisa berbeda. Anqing belum terlalu terpukul oleh virus corona, meskipun bertetangga dengan Provinsi Hubei yang merupakan pusat wabah.
Saat di perjalanan menuju Hangzhou, petugas di dua pintu keluar jalan raya memeriksa warna kode milik Leon Lei. Ketika dicoba lagi, hasilnya merah. Namun, entah bagaimana, di pintu keluar ketiga, ia diizinkan lewat karena hasil scannya menjadi hijau lagi.
Pejabat Hangzhou telah mengakui adanya keresahan yang disebabkan oleh sistem. Pada konferensi pers baru-baru ini, merek amenddesak warga untuk melaporkan jika mengalami gangguan atau ketidakakuratan sistem pemeriksa.
"Bahkan, jika kode kuning atau merah muncul, jangan gugup," kata Tu Dongshan, wakil sekretaris jenderal komite Partai Komunis kota setempat.
Doo Wang, 26 tahun, juga mengalami hal yang sama. Ia yang sehari sebelumnya mendapat kode merah, pada hari berikutnya mendapat kode hijau. Ia sempat mengontak call center untuk menanyakan itu, namun tak mendapat jawaban. Meski begitu, ia setuju dengan penerapan sistem tersebut.
"Jika dalam kondisi biasa, itu mungkin akan menyakitkan. Tapi dalam kondisi wabah penyakit begini, itu masuk akal," katanya.
Wang juga tak menyoal masalah privasi. "Alipay sudah memiliki semua data kami. Jadi apa yang kita takutkan? Serius."[]