Kata Ilham Bintang Setelah Pembobol Rekeningnya Ditangkap
Cyberthreat.id - Polda MetroJaya telah menangkap delapan tersangka pelaku pengambilalihan kartu SIM (SIM swapping) yang berlanjut dengan pembobolan rekening bank milik wartawan senior Ilham Bintang. Penangkapan itu diumumkan ke publik pada Rabu kemarin (5 Januari 2020).
Menangggapi penangkapan itu, Ilham Bintang menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat, termasuk kepada pers yang turut mengawal kasusnya.
"Dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, anggota Polri bukan hanya berhasil membekuk secara fisik komplotan pelaku kejahatan telekomunikasi dan perbankan, tetapi terutama mereka bertekad menemukan akar masalah modus kejahatan yang sekian tahun merugikan masyarakat pengguna ponsel dan nasabah perbankan," tulis Ilham di laman Facebook-nya, Kamis pagi (6 Februari 2020).
Kejahatan siber, tulis Ilham, telah menyebabkan ribuan bahkan lebih, warga masyarakat menjadi korban kejahatan yang kerugian materiilnya mencapai ratusan milyar rupiah, mungkin juga trilyunan.
"Kejahatan itu sudah berlangsung lama, dan pelakunya amat licin mamanfaatkan celah dunia siber ini. Ini semacam virus Corona yang secara kongkrit mengancam masyarakat. Korban tak berdaya melawan. Secara fisik pelaku sulit diidentifikasi. Mereka seperti hantu mencari mangsa, tidak berwujud. Itu sebabnya provider dan perbankan terkesan tidak ambil perduli," tambah Ilham.
Berita Terkait:
- Terungkap, Modus Sindikat SIM Swap Kuras Uang Ilham Bintang
- 8 Tersangka Sindikat SIM Swapping Iham Bintang Ditangkap
- Bobolnya Rekening Ilham Bintang, Pegawai Bank Jual Data OJK
- Ini Wajah 8 Tersangka Sindikat SIM Swapping Ilham Bintang
Menurut Ilham, hasil penelusurannya menyimpulkan hal itu terjadi lantaran sistem perlindungan dalam industri telekomunikasi digital dan industri perbankan sangat lemah.
"Kasus saya dan ribuan kasus lainnya telah membuktikannya," katanya.
Lemahnya perlindungan itu, kata Ilham, membuat 171 juta pengguna internet dan puluhan juta nasabah perbankan di Indonesia rentan menjadi korban.
"Kondisi ini makin diperparah pula lemahnya berbagai peraturan pemerintah di bidang itu. Negara seperti tidak hadir, meminjam istilah kekinian," tambah Ilham.
Ilham juga menyinggung soal PP Nomor 71 Tahun 2019 yang diteken Presiden Joko Widodo pada Oktober lalu. Beleid itu membuka celah untuk menyimpan data warga Indonesia di luar negeri. Menurut Ilham, hal itu sangat berbahaya bagi perekonomian nasional lantaran data itu dapat digunakan oleh pihak asing untuk 'mendikte' cara orang berbelanja online.
Berita terkait:
- Mengapa Jokowi Bolehkan Data WNI Disimpan di Luar Negeri?
- Data Boleh Disimpan di Luar Negeri, Faktor Amerika?
"Itulah mengapa saya dan tentu menjadi harapan seluruh masyarakat bahwa keberhasilan Polri menggulung sindikat ini bisa sekaligus menjadi momentum perbaikan seluruh sektor dalam industri telekomunikasi dan perbankan," kata Ilham.
Seperti diberitakan sebelumnya, polisi mengumumkan telah menangkap delapan orang terkait pengambilalihan kartu SIM dan berlanjut dengan pembobolan rekening bank Ilham Bintang.
Disebutkan, otak dari pembobolan rekening Ilham adalah tersangka Desar atau Edwin (28 tahun). Sedangkan 7 lainnya adalah Hendri Budi Kusumo yang karyawan bank, para pesuruh Teti Rosmiawati (berusia 46 tahun) Wasno (52), Arman Yunianto (53), Jati Waluyo (33), Rifan Adam Pratama (25) dan Heni Nur Rahmawati (25).
Dalam menjalankan aksinya, Desar mencari calon korban dengan membeli data nasabah kartu kredit lewat salah satu karyawan Bank Bintara Prima Sejahtera di Jakarta bernama Hendri Budi Kusumo. Data itu berisi nama, tempat tanggal lahir, pekerjaan, nomor handphone, nomor kartu kredit berikut limitnya, dan alamat calon korbannya.
Menurut polisi, data yang dijual itu adalah dari Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai orang bank, Hendri mendapat akses ke data itu. Dari hasil menjual data itu, Hendri mendapat keuntungan hingga Rp500 juta.
Dari SLIK tersebut, para pelaku mendapatkan data-data keuangan calon korbannya seperti limit penarikan rekening, limit kredit, dan daftar kekayaan calon korbannya.
Bermodal data itu, pelaku berbagi tugas. Ada yang membuat KTP palsu atas nama korban, untuk mengambil alih kartu SIM untuk menguasai nomor telepon korban. Nomor telepon dibutuhkan untuk menerima pasword sekali pakai (OTP) yang dikirim lewat SMS. Dengan begitu, pelaku bisa masuk ke akun m-banking milik korban.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 363 dan 263 KUHP, serta Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman 20 tahun penjara.[]