Ini Penyebab Jakarta Baru Ungkap 26 Jejak Penularan Covid-19
Cyberthreat.id - Pemerintah DKI Jakarta hingga kini baru membuka 26 kasus kronologis jejak penularan virus corona (Covid-19) meskipun hingga 14 April 2020 sudah 2.349 orang di 237 kelurahan (dari total 267 kelurahan) di Jakarta dinyatakan terpapar virus itu.
Situs corona.jakarta.go.id yang dikelola oleh Unit Pelaksana Jakarta Smart City terakhir memperbaharui peta jejak penularan pada 25 Maret lalu. Saat itu, ada penambahan jejak kronologis 8 kasus baru. Sebelumnya hanya 18 jejak penularan yang dibuka.
Mengapa publikasi jejak penularan itu terhenti?
Kepala UP Jakarta Smart City, Yudhistira Nugraha, mengatakan penambahan jejak kasus itu tergantung dari data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan.
"Terkait narasinya, tergantung suplai datanya. Ini yang menjadi kendala, dan untuk manage expectation, mungkin juga tidak bisa semua kasus ketahuan kronologisnya," kata Yudhistira saat dihubungi Cyberthreat.id, Selasa (14 April 2020).
Ia mencontohkan, data yang disajikan pemerintah Singapura juga sekitar 50 persen tidak diketahui lagi dari mana sumber penularannya.
Tentang kendala data, Yudi mengatakan memang dari awal kasus Covid-19 di Jakarta, pihaknya mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi kasus positif Covif-19. Sebab, kata dia, sesuai protokol pusat, Pemda tidak boleh mengumumkan informasi kasus positif Covid-19.
Yudi menambahkan, saat ini pihaknya sedang menyiapkan update penambahan jejak penularan dengan menambahkan analisa pergerakan pasien dan penelusuran kasus (case tracing) dengan menggunakan data nomor ponsel pasien yang bersangkutan.
"Khususnya yang masuk kategori positif dengan isolasi mandiri sehingga kita bisa melihat bahwa pasien tersebut tetap menjalankan isolasi mandiri di rumah, tidak berkeliaran," kata Yudhistira.
Kepala UP Jakarta Smart City, Yudhistira Nugraha
Namun, kata Yudhistira, hal itu masih butuh pendalaman lebih jauh.
"Khususnya untuk melakukan upaya anonimity (menyembunyikan data pribadi) dari setiap kasus yang ditampilkan," kata Yudi.
Ditanya kapan hal itu bisa dirampungkan, Yudi menjawab,"Kita coba updatenya segera karena kemaren sempat tertunda karena disibukkan dengan data Bansos."
Nantinya, kata dia, analisa pergerakan dengan menggunakan data nomor ponsel yang dianonimkan itu ada dimunculkan di website, bukan dalam bentuk aplikasi.
Seperti diketahui "Peta Kronologis dan Perkembangan Kasus Covid-19" itu dimunculkan di situs web corona.go.id.
Peta ini berisi jejak lokasi yang pernah dikunjungi pasien pasitif corona sebelum tertular karena berinteraksi dengan pasien positif lainnya.
Sebagai contoh, pasien kasus 7 disebutkan tertular setelah kontak dengan pasien positif corona di Klub Dansa Amigos (tidak ada keterangan waktu kapan kontak itu terjadi). Lalu berlanjut kontak dengan pasien positif corona di Paloma Bistro (juga tidak ada keterangan waktu dan detail lokasi Paloma Bistro) dan Terrace Senayan.
Saat itu, netizen menyambut baik dibukanya jejak lokasi penularan dengan tetap melindungi privasi pasien tanpa menyebut nama dan detail alamat domisilinya. Bahkan, sejumlah netizen meminta data serupa dimunculkan di situs resmi nasional covid19.go.id yang dikelola Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di bawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Langkah serupa telah dilakukan oleh pemerintah Singapura dan Malaysia. Adanya data jejak penularan dinilai bisa menjadi panduan bagi masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan secara mandiri. []
Berita terkait: