Ombudsman Minta Ada Regulasi Ojek dan Taksi Online

Pengemudi ojek daring di Jakarta. | Foto: Cyberthreat.id/Faisal Hafis (M)

Jakarta, Cyberthreat.id - Anggota Ombudsman Republik Indonesia bidang Perhubungan dan Infrastruktur, Alvin Lie, mendesak agar Kementerian Perhubungan menerbitkan regulasi yang mengatur keberadaan ojek dan taksi online.

Regulasi yang ada saat ini dinilai belum cukup kuat untuk melindungi keberadaan ojek dan taksi online. Ia mengatakan, dalam regulasi saat ini, yaitu Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan roda dua tidak termasuk dalam angkutan umum.

“Ini mempunyai cacat hukum dan ini harus segera dibenahi karena yang berkepentingan ini banyak. Bukan hanya ojek online, tapi juga pengguna jasanya yang hingga puluhan juta orang mengandalkan ojek. Mereka butuh payung hukum yang jelas,” ujar Alvin Lie dalam pernyataan kepada pers di Jakarta, Kamis (12 September 2019).

Menurut Alvin Lie, peraturan menteri yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan hanya mengatur soal tarif angkutan ojek online. Padahal, menurut dia, yang harusnya diatur adalah keberadaan kendaraan roda dua sebagai salah satu angkutan umum.

“Dalam undang-undang itu jelas, kendaraan bermotor itu untuk angkutan umum roda empat, tidak ada sepeda motor. Kalau memang sepeda motor bisa untuk angkutan umum, turunannya, misalnya, ada enggak nanti SIM C umum?” kata dia.

“Kemudian, sepeda motor yang digunakan untuk ojek itu perlu kir atau tidak? Apakah pelatnya tetap pelat hitam atau pelat kuning? Ini kan harus ada aturannya, harus ada undang-undangnya harus jelas dulu.”

Ia juga mengkritik isi dari Permenhub Nomor 12/2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat. Menurut dia, regulasi itu tidak sesuai antara judul dan isi. Dalam judul tertulis mengenai keselamatan, tetapi setelah dibaca kembali isi dari peraturan tersebut mengenai tata niaga dari ojek online itu sendiri.

“Harusnya persyaratan keselamatan, kompetensi, kelayakan kendaraan, setop sampai disana. Tapi, ini mengatur bisnisnya, itu agak kacau juga. Dari isinya saja sudah salah. Judulnya keselamatan kok isinya atur tata niaga,” ujar Alvin Lie.

Sebelum permenhub tersebut terbit, kata dia, Ombudsman sudah memanggil Dirjen Angkutan Darat, Ahmad Yani, untuk membenahi UU LLAJ dan segera mengajukan perppu supaya menjadi kuat. Sayangnya tidak direspons sama sekali. alasan mereka, kata Alvin Lie, jika harus merevisi undang-undang itu secara penuh akan membutuhkan wakyu yang cukup lama sampai bertahun-tahun.

“Kalau ada perppu itu berarti permenhub itu mempunyai kekuatan hukum dan tidak bertentangan dan tidak memiliki cacat hukum. Makanya harus diperbaiki, diubah, pasal-pasalnya saja agar tidak menjadi cacat hukum,” kata dia.

Alvine Lie menegaskan akan terus melakukan persuasi terkait dengan hal tersebut ke Kemenhubu. Jika Kemenhub masih tidak merespons, pihaknya akan menyampaikan pendapat kepada presiden sebagai bentuk rekomendasi terkait mana hal yang menjadi prioritas.

Redaktur: Andi Nugroho