China Minta Taksi Daring Didi Cabut dari Bursa AS

Ilustrasi via Dunya News

Cyberthreat.id - Regulator China meminta eksekutif puncak di perusahaan transportasi online Didi Global Inc untuk delisting dari New York Stock Exchange. Permintaan itu lantaran kekhawatiran Beijing terhadap keamanan data yang dimiliki Didi.

Dilansir Reuters, otoritas pengawas teknologi China ingin  manajemen mengeluarkan perusahaan dari bursa AS di tengah kekhawatiran tentang kebocoran data sensitif.

Baik Didi maupun Administrasi Dunia Siber China (CAC) tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Saham investor Didi  SoftBank Group Corp dan Tencent Holdings masing-masing turun lebih dari 5% dan 3,1%, menyusul laporan tersebut.

Alternatif yang dipertimbangkan termasuk  privatisasi langsung, atau mencatatkan saham di bursa Hong Kong, yang diikuti dengan delisting di bursa AS.

Jika opsi privatisasi yang dipilih, pemegang saham kemungkinan akan mendapatkan harga tawaran pembelian paling rendah sama dengan harga penawaran perdana saham, yaitu US$ 14 per saham. Penawaran pembelian dengan harga yang lebih rendah tidak lama setelah perusahaan melakukan IPO, pada bulan Juni, dapat memicu gugatan hukum atau perlawanan dari pemegang saham, demikian pemberitaan laporan itu, mengutip sumber.

Pada penutupan hari Rabu, saham Didi telah jatuh 42% menjadi US$ 8,11 per saham sejak go public pada bulan Juni lalu.

Perusahaan itu melanggar permintaan otoritas China dengan tetap melantai di bursa New York. Padahal, menurut  seorang sumber Reuters, Beijing mendesak Didi untuk menunda hingga tinjauan keamanan siber atas pengelolaan datanya tuntas.

Segera setelah itu, CAC meluncurkan penyelidikan atas praktik pengumpulan dan penggunaan data pengguna yang dilakukan Didi. Dari hasil pengkajian otoritas, Didi dinilai telah mengumpulkan data secara ilegal. Beijing pun memerintahkan toko aplikasi untuk menghapus 25 aplikasi seluler yang dioperasikan Didi.

Tanggapan Didi saat itu adalah mengatakan telah berhenti mendaftarkan pengguna baru. Didi juga berjanji membuat perubahan untuk mematuhi aturan tentang keamanan nasional dan penggunaan data pribadi dan akan melindungi hak-hak pengguna.

Raksasa teknologi China berada di bawah pengawasan ketat negara atas perilaku anti-monopoli dan penanganan data konsumen mereka yang luas, ketika pemerintah mencoba untuk mengendalikan dominasi mereka setelah bertahun-tahun mengalami pertumbuhan yang tak terkendali.

SoftBank Vision Fund memiliki 21,5% dari Didi, diikuti oleh Uber Technologies Inc dengan 12,8% dan Tencent 6,8%, menurut data yang diajukan Didi ke otoritas bursa pada bulan Juni.[]