Jika Tak Berpotensi Konflik, Kapolri Janji Utamakan Mediasi Terkait Pelanggaran UU ITE

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo usai Rapim TNI-Polri 2021, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (15 Februari 2021). | Foto: Arsip Humas Polri

Cyberthreat.id – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta jajarannya mengedepankan upaya mediasi dalam menangani kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) agar tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal.

"Bila perlu kalau memang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal, enggak perlu ditahan, proses mediasi," kata Kapolri Sigit dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Polri 2021 di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (16 Februari 2021).

Dia mencontohkan kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal itu seperti kasus pencemaran nama baik.


Berita Terkait


"Yang sifatnya pencemaran nama baik, lalu hal yang masih bisa diberikan edukasi, laksanakan edukasi dengan baik," tutur jenderal bintang empat itu seperti dikutip dari Antaranews.com.

Sigit menekankan untuk kasus pelanggaran UU ITE yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal perlu segera diusut tuntas. Contoh, kasus dugaan rasisme yang dilakukan oleh tersangka Ambroncius Nababan terhadap mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai.

"Isu tentang Pigai kemudian muncul reaksi mereka bergerak, yang seperti itu tentu harus diproses tuntas," kata mantan Kabareskrim Polri itu.


Baca:


Saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (15 Februari 2021), Presiden Joko Widodo meminta kapolri untuk meningkatkan pengawasan agar penegakan UU ITE dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan menjamin rasa keadilan di masyarakat.

Jokowi juga menuturkan, bahwa belakangan ini banyak masyarakat yang saling membuat laporan dengan menjadikan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya.

Hal tersebut sering kali menjadikan proses hukum dianggap kurang memenuhi rasa keadilan, tutur presiden.

“Pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas,” kata Presiden.

“Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama, menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” ujar Presiden.[]