Menkominfo Tekankan Dua Poin Terkait UU ITE

Menkominfo Johnny G Plate | Foto: Arsip Kemenkominfo RI

Cyberthreat.id - Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G. Plate mengatakan akan mendukung revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jika dalam perjalanannya tidak dapat memberikan rasa keadilan.

"Kemungkinan revisi UU ITE terbuka, kami mendukung sesuai arahan bapak presiden," kata Menteri Johnny dalam pernyataan tertulisnya melalui pesan WhatsApp, Selasa (16 Februari 2021).

Menkominfo mengatakan semangat UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.

"Pemerintah berpedoman bahwa dalam pelaksanaan UU ITE tidak boleh justru menimbulkan rasa ketidakadilan," tuturnya. Karena itu, Johnny mengatakan pemerintah akan melakukan beberapa upaya saat ini.

Pertama, pemerintah akan secara lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran UU ITE dan pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir diterjemahkan secara hati-hati.

Kedua, Kominfo mendukung bersama Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan Agung membuat pedoman resmi penafsiran terhadap pasal-pasal UU ITE yang dianggap kontroversial.

"Agar lebih jelas dan dapat menghindari penafsiran yang beragam," ujarnya.

Upaya-upaya itulah yang akan terus dilakukan dan dioptimalkan oleh pemerintah dan jika masih tidak memberikan rasa keadilan maka revisi UU ITE dimungkinkan, kata Johnny.

Johnny mengatakan pihaknya telah beberapa kali mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2) UU ITE yang kerap dianggap sebagai "pasal karet". Hasilnya, pasal-pasal tersebut selalu dinyatakan konstitusional oleh MK.

"UU ITE sendiri juga telah mengalami revisi di tahun 2016 dengan merujuk pada beberapa putusan MK," ujarnya.

Ia mengatakan UU ITE merupakan hasil kajian dari norma-norma peraturan perundang-undangan lain yang berlaku saat ini. Misalnya,  ketentuan dalam KUHP yang berhubungan dengan pasal 28 ayat 2 UU ITE, serta praktik baik negara-negara lain untuk menjaga ruang digital yang aman dan produktif.[]

Redaktur: Andi Nugroho