Kasus Tokopedia, Anggota DPR: Selalu Disalahkan Hacker, Platform Sanksinya Apa?

Ilustrasi | Foto: Tokopedia.com

Jakarta, Cyberthreat.id – Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menanggapi terkait dengan kasus kebocoran data yang menimpa situs web belanja daring, Tokopedia, beberapa waktu lalu.

Menurut Bobby, dengan kejadian Tokopedia, sudah seharusnya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera disahkan.

"Ini salah satu kasus di mana memang kita perlu Undang-Undang PDP. [UU ini] yang akan memastikan data pribadi apa yang dilindungi secara hukum," ujar dia ketika dihubungi Cyberthreat.id, Jumat (8 Mei 2020).

Ia mengatakan, penegak hukum memerlukan payung hukum yang bisa melindungi pemilik data publik agar di masa depan.

Tidak adanya regulasi yang mengatur, termasuk belum juga disahkannya RUU PDP membuat kebocoran data yang terjadi di platform e-commerce ditangani dengan lamban.

Diterbitkannya UU yang jelas, kata dia, pengelola data publik di platform digital bisa lebih bertanggung jawab dan jelas sanksi hukumnya bila terjadi pelanggaran data baik sengaja atau tidak.

"Selalu yang disalahkan hacker jika ada kejadian seperti ini, tapi tidak jelas sanksi bagi pengelola data publik. Ini yang nanti akan ditajamkan, mengenai definisi data publik itu seluas apa," ujar dia.


Berita Terkait:


Bobby juga menambahkan, perlu diperjelas soal kebocoran data menjadi wewenang lembaga mana agar penanganan bisa dilakukan secara maksimal.

“Perlu diperjelas wewenang siapa. Apakah Kominfo atau penegak hukum. Kalau sudah ada masyarakat yang dirugikan, dan data mereka dipergunakan selain keperluan yang sudah disetujui bersama, bisa lanjut ke ranah hukum," tutur Bobby saat dikontak kembali pada Senin (11 Mei).

Mengenai kelanjutan pembahasan RUU PDP, Bobby mengatakan, DPR dan pemerintah akan segera membahasnya. Saat ini draf RUU sudah ada di masing-masing fraksi dan akan dibahas di masa sidang berikutnya.

"Mulai masa sidang berikutnya akan menerima masukan publik dan menyandingkan DIM (daftar inventarisasi masalah) untuk dibahas bersama pemerintah," tutur Bobby.


Baca:


Saat ini pembahasan RUU, kata dia, terkendala pandemi Covid-19 yang tak memungkinkan adanya rapat tatap muka antara DPR dan pemerintah atau dengan elemen publik.

"Karena Covid-19 ini, sidang sedang dicari format untuk rapat dengar pendapat umum (RPDU) dengan elemen publik,” kata dia.

Hingga kini, Komisi I belum menentukan platform resmi untuk menggelar rapat secara virtual. Aplikasi telekonferensi video Zoom yang kini paling banyak digunakan dianggap kurang aman.[]

Redaktur: Andi Nugroho