Sebaran Corona, Ini yang Orang Indonesia dan Malaysia Tahu
Cyberthreat.id - Sejumlah pihak menilai Pemerintah Indonesia sejauh ini belum transparan dalam membuka data terkait korban virus corona. Padahal, sejauh tidak membuka detail data pribadi korban seperti pada kasus pertama yang diumumkan pada 2 Maret 2020, transparansi dibutuhkan untuk memutus mata rantai penularan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), misalnya, jauh-jauh hari sudah mengingatkan, transparansi data dinilai penting untuk melakukan pelacakan tracing, kapan, di mana, dan siapa dengan siapa seseorang melakukan kontak.
Terbaru, lembaga pembela Hak Asasi Manusia Human Rights Watch menilai pemerintah Indonesia gagal menyediakan akses dan transparansi informasi kepada publik mengenai pencegahan wabah virus corona.
"Pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak atas informasi dan memberikan statistik yang akurat kepada publik," kata peneliti Human Rights Watch, Andreas Harsono, Sabtu (11 April 2020).
Pernyataan Andreas itu setelah juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengakui pemerintah tidak membuka semua data mengenai penyebaran virus Corona di Indonesia.
Alasan berikutnya, juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana juga menyatakan data kasus positif Covid-19 di daerah tidak sesuai dengan pemerintah pusat, dengan alasan keterbatasan suplai data dari Kementerian Kesehatan.
Padahal, di sisi lain, pemerintah menganjurkan masyarakat memeriksakan diri jika merasa melakukan kontak jarak dekat dengan pasien positif Covid-19. Bagaimana seseorang bisa mengetahuinya jika datanya tidak dibuka?
Pemerintah Indonesia memang menyediakan situs web yang memungkinkan masyarakat mengakses informasi terkait persebaran virus corona. Di level nasional, ada situs resmi covid19.go.id yang disebut sebagai informasi satu pintu tentang penanganan corona. Di level provinsi, setiap pemerintah daerah membuat website masing-masing. Tak heran, masyarakat justru kian bingung ketika membandingkan data yang tertera di situs nasional dan website pemerintah daerah. Entah mana yang benar.
Selain seringkali datanya tidak sinkron antara pusat dan daerah, keterbukaan informasi yang disajikan juga berbeda-beda. Ada provinsi yang membuka data sebaran hingga level kelurahan, namun ada pula yang hanya sampai level kabupaten.
Kondisi ini belum berubah meski orang Indonesia yang terjangkit virus corona sudah mencapai hampir 4.000 orang per 11 April 2020, dan 327 orang meregang nyawa. Melesat jauh dari awalnya hanya 2 orang pada 2 Maret lalu.
Membandingkan Cara Indonesia dan Malaysia Menyediakan Informasi
Sebagai perbandingan, tak perlu jauh-jauh, bandingkan saja dengan negara tetanga Malaysia yang secara kultur identik dengan Indonesia. Berikut beberapa perbedaan laporannya.
Informasi Cluster Penularan
Malaysia:
Tidak hanya membagikan statistik berupa angka-angka, Pemerintah Malaysia juga membagikan informasi cluster penularan agar masyarakatnya bisa waspada jika ditemukan cluster penularan baru.
Pada 8 April 2020, misalnya, akun Twitter resmi Kementerian Kesehatan Malaysia @KKMPutrajaya merilis informasi 5 cluster penularan terbesar di negara itu.
Saat itu, Kementerian Kesehatan Malaysia mencatat sudah 4.119 orang terinfeksi virus corona di 13 negara bagian. Dari jumlah itu, 2.567 orang dirawat di rumah sakit, 1.487 sembuh dan 65 orang meninggal dunia.
Disebutkan pula 60 persen dari mereka yang meninggal adalah dari kluster tabligh akbar Seri Petaling. Pertemuan ini tercatat sebagai kluster penularan terbesar dengan 1.682 kasus.
Pada 6 April, seorang lelaki asal Johor yang menghadiri tabligh di Sulawesi yang kemudian dibatalkan itu, dinyatakan positif Covid-19. Pria berusia 71 tahun itu tercatat sebagai pasien nomor 3794.
Kluster penularan masjid Sri Petaling pada 10 April sudah menjadi 1.720 kasus
Tabligh akbar Seri Petaling juga telah melahirkan subkluster penularan baru di Daerah Rembau, Negeri Sembilan, dengan 27 kasus (dua diantaranya dirawat di ICU).
"Kasus bermula di sebuah sekolah yang mana salah satu dari gurunya pernah menghadiri perhimpunan di Seri Petaling," tulis Kementerian Kesehatan Malaysia lewat akun Twitter resminya, Rabu, 8 April 2020.
Sementara tiga kluster penularan lain adalah persidangan keagamaan di Kuching (110 kasus), majelis perkawinan di Bandar Baru Bangi (94 kasus), dan individu dengan riwayat perjalanan ke Italia sebanyak 41 kasus.
Indonesia
Informasi tentang cluster penularan tidak tersedia di situs resmi pemerintah Indonesia yang beralamat di covid19.go.id.
Beberapa waktu lalu, pada 22 Maret 2020, situs http://covid-monitoring.kemkes.go.id milik Kementerian Kesehatan pernah merilis pemetaan jejak penularan antara satu pasien dengan pasien lain. Namun, peta itu tak berumur panjang. Hanya dua hari, peta itu lenyap setelah muncul kode pemogramannya hasil copy paste.
Setelah itu, praktis masyarakat buta tentang cluster jejak penularan.
Di level provinsi, situs corona.jakarta.go.id memang telah membuat peta kronologis penularan. Namun, hingga kini data yang dimunculkan baru 26 kasus. Padahal, pasien yang positif covid-19 di Jakarta hampir mencapai 2.000 orang.
Data Pasien Covid-19
Malaysia
Untuk data pasien positif Covid-19 Malaysia memiliki dashboard yang dibuat oleh malaysiakini.com. Datanya disuplai dari Kementerian Kesehatan. Dashboar ini menampilkan data kasus per kasus berupa kapan orang itu terinfeksi, kewarganegaraan, usia, jenis kelamin, negara bagian, nomor kasus, dan dari cluster mana penularan terjadi.
Pasien yang pertama tertular di tabligh akbar masjid Seri Petaling, misalnya, disebutkan sebagai kasus 131, seorang lelaki asal negara bagian Pahang berusia 60 tahun.
Ketika diklik nomor kasusnya, muncul informasi lebih detail terkait orang tersebut, namun tetap dengan melindungi data pribadinya. Misalnya, muncul informasi tentang kapan dan di mana dia diperkirakan tertular, dan riwayat di rumah sakit mana saja dia dirawat.
Informasi tentang pasien yang meninggal juga dibuat data tersendiri.
Pada 11 April 2020, misalnya, seorang lelaki berusia 66 tahun asal Negeri Sembilan meninggal dunia. Dia tercatat sebagai pasien nomor 3901 dan merupakan cluster penularan dari pesert tabligh akbar di masjid Seri Petaling.
Ketika diklik di nomor kasusnya, muncul informasi yang menyebutkan yang bersangkutan meninggal pukul 12.05 dan punya riwayat diabetes dan hipertensi. "Dia melakukan kontak dengn pasien kasus 452 yang merupakan bagian dari kluster tabligh akbar. Dia pertama kali dirawat pada tanggal 1 April."
Indonesia
Dashboard Covid-19.go.id yang dikelola Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di bawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hanya menampilkan data keseluruhan berupa jumlah kasus terkonfirmasi, jumlah orang dalam perawatan, jumlah yang sembuh dan yang meninggal.
Untuk data provinsi hanya ditampilkan jumlah kasus terkonfirmasi, sembuh, dan meninggal. Tidak ada data perbandingan dengan sebelumnya. Tidak ada rincian per kabupaten. Tidak ada pula dari mana jejak penularannya berasal. Situs itu juga tidak menampilkan tautan link ke situs pemerintah daerah.
Walhasil, masyarakat seperti diminta mencari sendiri datanya di tempat lain. Lalu, ketika ada yang tersesat di belantara informasi palsu dan membagikannya di sosial media, masyarakat pun dikurung di balik jeruji besi sebagai tersangka penyebar hoax.
Miris![]
Berita terkait: