Celaka! Peta Online Kemenkes RI Raib, karena Curang?
Cyberthreat.id - Peta jejak penularan virus corona (Civod-19) menghilang dari situs http://covid-monitoring.kemkes.go.id sejak Minggu sore (23 Maret 2020). Peta ini tadinya menampilkan informasi keterkaitan antar satu kasus dengan kasus lain.
Diakses pada Senin pagi (23 Maret 2020), laman berupa sub domain dari situs kemkes.go.id yang dikelola Kementerian Kesehatan RI itu kini menampilkan pesan error.
"Error: ENOENT: no such file or directory, stat '/root/covid19-monitoring-frontend/pages/index.html'," begitu bunyi pesan di layar.
Raibnya peta jejak penularan itu diduga terkait dengan protes yang dilayangkan oleh seorang pengguna Twitter pemilik akun @handjobservice yang mengaku bernama Louis Lugas. Louis menuding Kemenkes RI telah bertindak lancung alias curang dengan mengambil kode pemograman dari peta buatannya.
Pada 21 Maret, Louis Lugas menulis,"Update 21 Maret 2020, sudah 450 kasus yang terungkap. Pagi-pagi dibikin kaget sama http://covid-monitoring.kemkes.go.id yang udah copas punya saya :")."
"Tapi sepertinya @KemenkesRI rada sadar kalo mau pake kode saya harus lengkap datanya. Alhasil ((hampir)) semua sekarang ada usia & gender," tambahnya.
Pada cuitan lain, Louis juga mengatakan,"@KemenkesRI lengkapi juga data rumah sakit dan asal penularan, sajikan data dalam bentuk tabel, agar mudah dibaca oleh banyak oran. (peneliti, awam, jurnalis). Makanya jangan asal copy kode orang.” (Selengkapnya baca: Situs Web Jejak Pasien Covid-19 Kemkes Dituding 'Copy Paste’)
Louis sendiri telah merilis peta itu sejak 15 Maret 2020 di https://louislugas.github.io
Sejauh ini, belum ada klarifikasi dari Kementerian Kesehatan terkait hal ini.
Sebelumnya, cyberthreat.id sempat mencoba menelusuri jejak penularan pasien 76 yang sebelumnya diumumkan oleh pemerintah sebagai nomor kasus Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Namun, situs http://covid-monitoring.kemkes.go.id menampilkan data kasus 76 sebagai seorang perempuan berusia 58 tahun dan warga DKI Jakarta. Pasien 76 ini berdiri sendiri atau tidak ada garis riwayat kontak dengan pasien lain.
Sedangkan dalam peta bikinan Louis kasus 76 disebut sebagai seorang lelaki berusia 64 tahun dan dirawat di RSPAD Gatot Subroto. Ciri-ciri ini cocok dengan Menhub Budi Karya Sumadi.
Selain itu, dalam peta Louis ini, ada riwayat kegiatan seperti: pada 20 Februari atau lebih dari 3 minggu lalu ke kantor RM, 21 Feb acara Abupi di Ritz Carlton Kuningan, 24 Februari rapat dengan komisi V DPR RI.
Butuh Peta Jejak Lokasi Nasional
Sebelumnya, sejumlah netizen menyambut baik ketika pemerintah DKI Jakarta mengungkap jejak lokasi sebagian pasien yang dinyatakan positif Covid-19. Sejumlah netizen meminta pemerintah daerah tempat tinggalnya untuk membuat pemetaan serupa. Peta itu disebut 'Peta Kronologis dan Perkembangan Kasus Covid-19' dan bisa diakses di https://corona.jakarta.go.id/id/peta
Namun, hingga Senin pagi ini, jejak lokasi yang ditampilkan di situs DKI Jakarta itu masih 18 pasien (dari total 307 kasus positif Covid-19 per 22 Maret). Yaitu kasus 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19, 22, dan 54.
Jejak lokasi yang ditampilkan misalnya terkait pasien kasus 1 yang terinfeksi dari WN Jepang di Paloma Bistro.
Kasus 4 mengalami kontak dengan pasien positif corona di Klub Crazy Uncle, berkunjung ke Nouvelle, dan Murphy's Irish Pub.
Kasus 6 kontak dengan pasien positif corona di Klub Dansa Amigos dan di Aruba.
Namun, peta itu juga belum memperlihatkan kapan dan dalam acara apa mereka berada di sana. (Selengkapnya baca: Jakarta Buka Jejak Lokasi Corona, Waspadai Tempat-tempatnya)
Dalam peta kronologis yang memuat jejak lokasi, pengelola situs DKI Jakarta menulis,"Tidak semua kasus ditampilkan dalam peta. Ini untuk memudahkan visualisasi. Kasus yang dipilih adalah representatif dan detail terkait pribadi/personal tidak ditampilkan untuk publik"
Pengamat sosial media dari Drone Emprit, Ismail Fahmi, mengapresiasi Pemerintah DKI Jakarta yang mulai membuka sebagian data lokasi. Langkah itu, kata dia, perlu dilanjutkan di level nasional dengan memperlihatkan jejak lokasi pasien yang terinfeksi di satu platform. Tidak seperti sekarang, peta persebaran Covid-19 nasional yang ditampilkan di situs resmi covid19.go.id hanya menampilkan data hingga nama provinsi.
Tangkapan layar pemetaan penyebaran virus corona secara nasional di situs resmi covid19.go.id
"Dengan begitu, warga bisa mengantisipasi apakah dirinya punya kemungkinan terjangkit atau tidak," kata Ismail Fahmi kepada Cyberthreat.id.
"Tidak perlu detail nama orang, karena penting juga menjaga privasi korban. Yang paling penting adalah data lokasi, kapan, dan dimana," tambahnya Fahmi.
Fahmi memahami mengapa pemerintah sampai sekarang belum terbuka sepenuhnya soal data lokasi. Selain agar tidak membuat panik, mungkin pemerintah berpikir bisa merugikan pemilik bisnis jika data lokasiya diunggap.
"Tapi dalam kondisi sekarang dimana eksponensialnya luar biasa dan sudah menyebar kemana-mana, data tracing lokasi ini penting dan bisa jadi alert bagi orang-orang."
"Dikasih data jejak lokasi, kemudian beritahu orang-orang apa yang harus dilakukan. Untuk hal spesifik seperti ini, mestinya bisa dibuka karena untuk menyelamatkan publik yang lebih banyak. Dengan begitu orang punya panduan saat melakukan social distancing seperti yang disarankan pemerintah. Kalau tidak dikasih tahu, bisa-bisa memperluas penyebarannya," kata Fahmi.
Menurut Fahmi, langkah itu telah dilakukan Korea Selatan dan Singapura dan terbukti ampuh menekan persebaran virus corona di sana.
Namun begitu, Fahmi mengingatkan, yang harus dijaga jangan sampai ketahuan identitas lengkap pasiennya seperti yang terjadi dengan pasien kasus 1 dan 2 ketika pertama kali kasus itu terungkap.
"Semua ini demi menyelamatkan nyawa banyak orang. Ketika dia keluar, artinya dia kan membahayakan orang lain," kata Fahmi.[]
Update:
Berita Terkait: