Rui Pinto, Sosok Hacker di Balik Skandal Football Leaks

Rui Pinto | Foto: portugalresident.com

Cyberthreat.id – Jagat sepakbola Eropa geger pada 2016 setelah Rui Pinto (31), seorang peretas (hacker) asal Portugal, mengungkap jutaan dokumen menyangkut perilaku kotor sejumlah klub besar sepakbola.

“Investigasi” Pinto juga mencakup kasus pajak di Spanyol—kala itu Cristiano Ronaldo juga dalam pusaran skandal pajak—setelah situs web “Football Leaks” mengungkapkan rincian data itu.

Selain itu, laporan Football Leaks juga mengungkap Presiden FIFA Gianni Infantino dan cara klub top Eropa mengelak dari peraturan keuangan.

Ia kemudian mengirimkan dokumen itu ke majalah Jerman, Der Spiegel. Der Spiegel  bersama media Eropa lain mempublikasikan data-data tersebut yang menyangkut dugaan korupsi besar di jantung sepakbola, tulis Euronews.

Sejak itulah, Rui Pinto dikenal sebagai hacker Football Leaks. Pinto yang menghabiskan waktu selama tiga tahun, bekerja di bawah nama sandi “John”, mendapatkan 70 juta dokumen dan 3,4 terabita (TB) informasi rahasia tentang klub-klub sepakbola besar dan pejabat klub.


Berita Terkait:


Hacker autodidak

Sebelum diesktradisi ke Portugal, ia tinggal di Budapest, Distrik VII, Hungaria. Di sebuah apartemen tua yang hanya dapat dibuka dengan menggunakan kode akses multidigit.

Rui Pinto lahir di pinggiran utara Porto Vila Nova de Gaia. Penggemar klub FC Porto ini menguasai komputer dengan belajar secara sendiri alias autodidak. Ia sama sekali tak pernah menerima pendidikan khusus di bidang komputer.

Kepada Der Spiegel, ia mengatakan, bahwa dirinya tak menganggap diri sebagai seorang peretas. “Tetapi sebagai warga negara yagn bertindak untuk kepentingan umum. Niat saya hanya satu, yaitu mengungkap praktik terlarang yang memengaruhi dunia sepakbola,” tutur dia.

Ketika dirinya ditangkap pada Januari 2019, Kepolisian Hungaria membawa surat perintah dengan tuduhan bahwa dirinya telah meretas sistem Doyen Sports, anak perusahaan Doyen Grup berkantor di Republik Malta yang fokus pada investasi di klub-klub sepakbola. Ia melakukan aksi peretasan itu pada 2015.

Jaksa penuntut Portugal mengatakan, Pinto berusaha memeras perusahaan tersebut dengan permintaan uang 500.000 euro dan satu juta euro. Menurut jaksa, uang tersebut sebagai imbalan karena Pinto tidak mempublikasikan dokumen-dokumen yang diambilnya.

Pinto mengakui telah mengontak Doyen Sports, tapi “hanya untuk mengonfirmasi bahwa perusahaan telah melakukan kesalahan” dan hanya ingin mengetahui “berapa banyak perusahaan bersedia membayar” untuk menghindari publikasi dokumen baru.

“[Alasan kamu, red] ini terlihat seperti pemerasan,” kata Der Speigel mengomentari alasan Pinto.

“Tidak. Saya hanya ingin melihat betapa berharganya [data] itu, betapa pentingnya dokumen dan informasinya bagi Doyen. Saya pikir saya bisa mencari tahu, berapa kira-kira Doyen siap membayarnya. Saya tidak pernah berniat mengambil uang itu. Saya hanya ingin mengekspose Doyen,” Pinto menjelaskan.

Pinto mengklaim dirinya tak pernah menggunakan keahliannya untuk menghasilkan uang dari praktik kriminal di dunia sepakbola. Memang, diakuinya pernah ada yang menawarinya melalui email anonim untuk membeli data-data tersebut senilai 500.000 euro. Tapi, “Saya menolak mereka,” kata dia.

Meretas Caledonian Bank

Ketika berusia 23 tahun atau sekitar delapan tahun lalu, ia dituding meretas Caledonian Bank yang berbasis di Kepulauan Cayman. Ia dituding mencuri 300.000 euro (kurs sekarang senilai Rp 4,5 miliar).

Pinto membantah melakukan perbuatan itu. Namun, ia mengakui bahwa telah mengambil data yang menunjukkan, “bagaimana Kepulauan Cayman dipakai sebagai tempat untuk menghindari pajak dan praktik pencucian uang,” tulis AFP.

Menurut Pinto, saat itu bank-bank di Portugal bangkrut, pada saat yang sama, banyak uang menghilang dari Eropa. “Saya ingin melihat lebih dalam lagi soal itu. Saya ingin memahami sistem lepas pantai (offshore systems),” kata dia.

Ia pun akhirnya menemukan buku teks yang berisi cara memindahkan sejumlah uang ke luar negeri dan mentransfernya ke akun di berbagai “surga pajak” alias wilayah bebas pajak. “Semakin saya melihatnya, semakin besar [praktik] ketidakadilan itu [bagi] saya,” kata dia.

“Kumpulan data tersebut memiliki potensi yang mirip dengan Panama Papers. Ini menunjukkan bagaimana Kepulauan Cayman secara sistematis digunakan untuk pencucian uang dan penggelapan pajak.”

Kepulauan Cyman termasuk wilayah luar negeri Britania Raya yang berdiri sendiri (otonom) di Laut Karibia bagian barat. Wilayah ini sering dianggap sebagai “surga finansiallepas pantai (offshore) utama dunia di kalangan bisnis dan orang-orang kaya.

Soal Cayman itu juga disinggung Der Spiegel. Namun, Pinto mengatakan, “Saya tidak diizinkan untuk berbicara karena saya menandatangani perjanjian rahasia dengan bank. Satu hal yang pasti: Jika saya melakukan tindak pidana, bank akan membawa saya ke pengadilan. Kasus ini tidak pernah diajukan ke pengadilan dan catatan kriminal saya bersih sampai hari ini, di Portugal dan di mana pun di dunia,” kata dia.

Lalu, untuk apa data-data itu diambil?

“Saya ingin membagikannya dengan otoritas investigasi. Dokumen-dokumen itu dengan jelas mengungkapkan orang-orang ternama, para bankir, dan bantuan untuk penipuan pajak,” tutur dia.

Jalani persidangan

Pinto saat ini sedang menghadapi 90 dakwaan dari sebelumnya 147 dakwaan, di antaranya percobaan pemerasan, akses tidak sah ke data dan pelanggaran korespondensi. Ia menjalani sidang di Portugal.

Beberapa negara, termasuk Inggris, Belgia, Prancis dan Swiss telah membuka penyelidikan berdasarkan dokumen "Football Leaks".

Ia melakukan peretasan itu karena ia jatuh cinta dengan sepakbola. Namun, ia justru muak dengan praktik kotor di dalamnya. Ia menyadari hal itu ketika mendalami dokumen-dokumen yang didapatnya.

“Saya meneliti siapa yang menjadi ‘protagonis utama’ dalam bisnis sepakbola yang kotor ini, agen dan konsultannya paling sering terlibat dalam transaksi tidak jujur. Saya ingin mengekspose transaksi ini,” kata dia.[]