Inggris Selidiki Dugaan Serangan Siber di Bursa Saham London
Cyberthreat.id – Badan intelijen Inggris sedang menyelidiki kemungkinan adanya serangan siber (cyberattack) terkait dengan penghentian aktivitas Bursa Saham London (London Stock Exchange/LSE).
Demikian laporan Wall Street Journal yang terbit pada Minggu (5 Januari 2020). Menurut WSJ, agen intelijen Inggris telah mengontak LSE dua kali dalam dua bulan terakhir untuk meminta tambahan terkait tidak beroperasinya LSE.
Sebelumnya, LSE berhenti beroperasi pada 16 Agustus 2019 selama 1,5 jam. Kala itu, para trader (pelaku jual-beli di pasar saham) tak bisa melakukan transaksi karena diduga ada kesalahan perangkat lunak (software).
“Pada saat itu, para pejabat LSE mengatakan "masalah perangkat lunak teknis" adalah inti dari masalahnya. Sayangya, mereka tidak menjelaskan sebab-musababnya secara rinci,” tulis ZDNet, Senin (6 Januari 2020).
Bahkan, The Guardian melaporkan bahwa kejadian tersebut paling buruk dialami LSE dalam delapan tahun terakhir sejak 2011.
Laporan WSJ menilai insiden tersebut bukan semata-mata karena kesalahan perangkat lunak. Menurut sumber WSJ, pada saat penghentian itu terjadi sistem internal sedang diperbarui. Ada kemungkinan terbukanya sistem untuk dieksploitasi dan membuka jalan bagi serangan siber ketika perbaruan sedang berlangsung—yang bertujuan untuk “mengganggu pasar”.
Berita Terkait:
- Travelex Diserang Malware di Malam Tahun Baru
- Jejak Penjahat Siber yang Cemaskan Bursa Saham
- September Kelabu di Langit Bursa Efek Hong Kong
Juru bicara LSE membantah bahwa insiden tersebut karena serangan siber dan mengatakan, bahwa “masalah teknis konfigurasi pada perangkat lunak setelah peningkatan fungsionalitas” sebagai penyebabnya.
Dalam laporan tahunannya, Grup LSE telah memperingatkan, terkait dengan risiko serangan siber yang terus meningkat. Pihaknya terus berinvetasi untuk memastikan ketahanan dunia siber dan patuh terhadap peraturan.
Sementara itu, National Cyber Security Center mengatakan, "NCSC belum memperlakukan penghentian LSE sebagai insiden terkait keamanan siber dan belum menyelidiki hal itu," ujar NCSC seperti dikutip dari Silicon Republic.
NCSC juga dilaporkan telah mengontak LSE setelah insiden itu, sebagai bagian dari pemeriksaan rutin. Departemen Keuangan Inggris enggan menanggapi pertanyaan yang berkaitan dengan penyelidikan.
Baru-baru ini insiden peretasan menimpa Travelex yang berdampak dengan pihak ketiga, termasuk Tesco Bank dan HSBC yang bekerja sama dengannya.
Travelex terinfeksi malware yang membuat layanan penukaran mata uang menjadi offline. Potensi serangan siber pada LSE sangat besar dan efek langsungnya pada bisnis dan investor yang berdagang.
REDAKTUR: ANDI NUGROHO