Ini Strategi TikTok Menghindari Penyelidikan AS

TikTok | Foto: techlomedia.in

Cyberthreat.id – Pengembang aplikasi TikTok, ByteDance, bikin strategi baru agar tetap diterima di Amerika Serikat. Tampaknya, perusahaan teknologi China tersebut tak ingin bernasib sama dengan Huawei Technologies dan ZTE yang dilarang di Negeri Paman Sam.

Laporan Reuters, Rabu (27 November 2019), menyebutkan, ByteDance berupaya untuk memisahkan aplikasi media sosialnya, TikTok, dari banyak operasi di China. Hal ini dilakukan di tengah penyelidikan panel keamanan nasional AS mengenai keamanan data pribadi yang ditangani, demikian sumber Reuters menyatakan.

ByteDance tengah berusaha meyakinkan Komite Investasi Asing di AS (Comittee on Foreign Investment in the United States/CFIUS), bahwa data pribadi yang dipegang oleh TikTok, yang sangat populer di kalangan remaja AS, disimpan secara aman di AS dan tidak akan dikompromikan oleh Otoritas China, kata sumber itu.


Berita Terkait:


CFIUS dikabarkan tengah menyelidiki terkait dengan akuisisi ByteDance terhadap Musical.ly pada 2017 senilai US$ 1 miliar yang menjadi tonggak pertumbuhan pesat TikTok.

Sumber Reuters mengatakan, ByteDance tampaknya ingin menghindari nasib seperti perusahaan game China, Beijing Kunlun Tech Co Ltd.

Pada Mei lalu, Beijing Kunlun Tech menyetujui permintaan CFIUS untuk melepaskan aplikasi kencan gay, Grindr, yang populer menyusul kekhawatiran tentang keamanan data pribadi. Mereka juga menjajaki keluar dari investasinya di Grindr melalui penawaran umum perdana.


Berita Terkait:


Karena itulah, sebelum CFIUS menyelidikinya pada Oktober lalu, ByteDance pelan-pelan mulai memisahkan TikTok secara operasional.

Selama musim panas lalu, ByteDance juga menyewa konsultan eksternal untuk melakukan audit pada integritas data pribadi yang disimpannya. Perusahaan mengatakan data pengguna AS sepenuhnya disimpan di AS dengan cadangan di Singapura. Dengan begitu, kata sumber itu, pemerintah China tidak memiliki yurisdiksi atas konten TikTok.

Mengikuti saran CFIUS, TikTok membentuk tim di Mountain View, California, yang akan mengawasi manajemen data. Tim ini akan menentukan apakah teknisi yang berbasis di China harus memiliki akses ke basis data TikTok dan memantau aktivitas mereka.

TikTok juga merekrut lebih banyak teknisi AS untuk mengurangi ketergantungannya pada staf di China, menurut sumber.

Juru bicara Departemen Keuangan AS, yang mengetuai CFIUS, mengatakan tidak mengomentari informasi yang berkaitan dengan kasus CFIUS tertentu.

TikTok mempekerjakan sekitar 400 orang di AS, naik dari 20 orang pada saat akuisisi Musical.ly. Sebagian besar karyawan baru bergabung tahun ini ketika TikTok membangun operasinya di AS. ByteDance memiliki 50.000 karyawan di seluruh dunia.

Pada bulan lalu, anggota parlemen AS meminta penyelidikan keamanan ke TikTok karena dikhawatirkan bahwa perusahaan China mungkin menyensor konten yang sensitif secara politis, termasuk juga soal menyimpan data pribadi. Pekan lalu, Sekretaris Angkatan Darat AS Ryan McCarthy mengatakan militer AS sedang melakukan penilaian keamanan terhadap TikTok.

Beberapa data pribadi yang disimpan TikTok, seperti nama, usia, alamat email, dan nomor telepon seseorang, dikirimkan oleh penggunanya. Informasi lain, terkait dengan lokasi seseorang, dikumpulkan secara otomatis, menurut situs web TikTok. TikTok juga menyimpan konten yang dibuat pengguna, seperti foto dan video.

Diluncurkan dua tahun lalu, TikTok telah diunduh 1,5 miliar kali, menjadikannya aplikasi non-game ketiga yang paling banyak diunduh tahun ini, setelah aplikasi WhatsApp dan Messenger Facebook, menurut perusahaan riset SensorTower.

ByteDance adalah salah satu startup paling cepat berkembang di China. Perusahaan ini juga memiliki agregator berita terkemuka di China, yaitu Jinri Toutiao. Sejak kemunculannya, TikTok telah menarik perhatian selebritas AS seperti Ariana Grande dan Katy Perry.

Investor ByteDance di antaranya SoftBank Group Corp, perusahaan modal ventura Sequoia Capital, dan perusahaan ekuitas swasta seperti KKR & Co Inc, General Atlantic dan Hillhouse Capital Group.