DPR Resmi Batalkan RUU KKS, Ini Penyebabnya 

Ilustrasi (Startup Stock Photos)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi membatalkan Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) pada Jumat, 27 September 2019. Walhasil, anggota DPR periode mendatang harus memulai pembahasannya dari nol lagi. 

Hal itu disampaikan Ketua Panitia Khusus RUU KKS, Bambang Wuryanto, kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. 

"Mekanisme pembuatan legislasi menyebutkan tidak bisa di-carry over oleh anggota DPR periode selanjutnya. So, harus dimulai dari awal," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dilansir Tempo.co, Jumat. 

Pada hari itu seharusnya DPR dan Pemerintah menggelar rapat membahas RUU KKS. Agendanya: Pansus menyampaikan pandangan kepada pemerintah, lalu dilanjutkan pandangan pemerintah hingga penyerahan serta pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM).

Namun, tiga menteri yang terlibat sebagai perwakilan pemerintah tidak hadir, yakni: Kementerian Hukum dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Komunikasi dan Informatika. 

Menurut Bambang, tidak hadirnya perwakilan pemerintah lantaran pada hari yang sama dipanggil menghadap Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan RUU Ketahanan dan Keamanan Siber (KKS) sudah masuk prolegnas 2019. Ia pun menjanjikan RUU itu rampung sebelum masa pergantian parlemen pada akhir September. 
 
Anggota Pansus Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan RUU ini cukup mendesak dan proses legislasinya akan dilakukan tahun depan. 

Kalau soal legislasi nya sangat perlu, tahun depan. Karena menurut BSSN sudah ada 232 juta serangan siber di tahun 2018 saja. Sampai saat ini belum ada kejelasan secara kelembagaan, leading sector yang menangani bila ada serangan siber," jelasnya.

Bobby menyebut adanya ancaman perang siber juga menjadi alasan mendesaknya aturan ini. Perang siber menurutnya merupakan definisi baru dalam format perang hibrida atau gabungan perang militer dan non militer yang disebut dalam UU PSDN yang baru diserahkan.

"Ancaman perang siber belum masuk dalam UU Haneg 2002 pun UU 34/2004 TNI," kata Bobby seperti dilansir CNN Indonesia. 

Terkait dengan UU ITE, menurut Bobby ranah yang diatur oleh UU KKS ini berbeda dari UU ITE.

"UU ini adalah soal keamanan siber di lingkungan lembaga negara, dan juga publik kiranya berakibat masif terhadap pelayanan publik," katanya.

Dia juga memastikan pengesahan RUU ini tak akan bisa dilakukan oleh anggota DPR periode 2014-2019. Dipastikan RUU ini akan masuk prolegnas dan dibahas oleh DPR Periode 2019-2024.[]