Mengapa Perusahaan Internet Asing Memilih Cabut dari China?

Yahoo! | Foto: The Verge

Cyberthreat.id – Sejumlah perusahaan internet asing angkat kaki dari China. Baru-baru ini, per 1 November 2021, Yahoo Inc., perusahaan layanan email, memilih untuk pergi setelah mengumumkan di situs web Engadget China yang dijalankannya.

Sebuah jendela pop-up di situs web tersebut menjelaskan bahwa porta tersebut tidak akan mempublikasikan konten baru.

Sebelumnya, LinkedIn, platform media sosial yang fokus pada isu bisnis dan karier milik Microsoft, juga lebih dulu menutup bisnisnya. (Baca: Tutup LinkedIn China, Microsoft Siap Luncurkan InJobs)

Epic Games, raksasa perusahaan game yang memproduksi Fornite juga akan undur diri, menarik semua produknya dari pasar China mulai 15 November. Padahal, selama di China, mereka bermitra dengan perusahaan game terbesar China, Tencent—memiliki 40 persen saham di Epic.

Alasan ramai-ramai mereka cabut dari China karena faktor regulasi perlindungan data pribadi. China benar-benar ketat terkait praktik pengumpulan data pribadi oleh platform digital. (Baca: China Tuntut Tencent karena WeChat Tak Cukup Lindungi Pengguna Remaja)

UU tersebut mulai berlakau per 1 November dan membatasi jumlah informasi yang boleh dikumpulkan oleh perusahaan internet, tulis Associated Press, diakses Kamis (4 November 2021).

Menurut regulasi China, perusahaan harus mendapatkan persetujuan pengguna untuk mengumpulkan, menggunakan, atau membagikan data dan menyediakan cara bagi pengguna untuk tidak ikut berbagi data. (Baca: China Siapkan Regulasi yang Atur Algoritma Perusahaan Internet)

“Perusahaan juga harus mendapatkan izin jika mengirim informasi pribadi pengguna ke luar negeri,” menurut regulasi. Perusahaan yang membandel bakal dikenai denda hingga 50 juta yuan atau sekitar US$7,8 juta atau lima persen dari pendapatan tahunan mereka.

Regulator China tidak hanya keras terhadap perusahaan asing, tapi juga perusahaan internet domestik. Bahkan, Alibaba harus menanggung denda yang besar karena penyelidikan pelanggaran privasi, termasuk yang dialami NetEase dan Tencent. (Baca: China Denda Alibaba Rp39,4 Triliun)

Selain regulasi baru, China juga terkenal paling ketat urusan konten internet. Dengan program “Great Firewall”, pemerintah menyensor konten-konten yang dianggap sensitif atau kritis. Jaringan Facebook dan Twitter telah lama diblokir Great Firewall, mereka hanya bisa diakses melalui jaringan virtual pribadi (VPN).

“China menerapkan kebijakan sangat kejam yang mengatur operator internet, mendikte mereka apa yang harus dilakukan dan terutama apa yang tidak boleh dilakukan,” ujar Francis Lun, CEO GEO Securities Limited di Hong Kong.

Sementara, Michael Norris, manajer strategi riset di konsultan AgencyChina berbasis di Shanghai, mengatakan, dengan keluarnya Fortinet semakin menunjukkan bahwa bahwa kemitraan erat dan investasi dengan Tencent tidak cukup untuk membuat bisnis berjalan.

Selain masalah tekanan di China, perusahaan internet AS juga mendapatkan kritikan keras dari negara asalnya. Beberapa waktu lalu, anggota parlemen AS mengkritik LinkedIn yang menyensor terhadap jurnalis AS di China. Sementara, pada 2007, Yahoo Inc dikecam  lantaran menyerahkan informasi tentang pengkritik China kepada pemerintah China sehingga menyebabkan mereka dipenjara.[]