Regulator Telekomunikasi BRTI Tak Punya Data Korban SIM Swap, kok Bisa?

Ilustrasi kartu SIM via Merdeka.com

Cyberthreat.id - Meski pun bertugas sebagai lembaga yang mengatur operator telekomunikasi di Indonesia, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ternyata selama ini tidak memiliki data berapa banyak masyarakat Indonesia yang menjadi korban pembajakan nomor ponsel (SIM swap).

Anggota Komisioner BRTI Setyardi Widodo mengatakan hal itu lantaran pihaknya tidak pernah menerima aduan mengenai kasus pembajakan nomor ponsel.

Menurutnya, selama ini aduan yang masuk ke BRTI terkait SMS penipuan. Sedangkan untuk kasus pembajakan nomor ponsel, kata Setyardi, biasanya langsung dilaporkan ke aparat penegak hukum.

"Biasanya kasusnya langsung ke polisi karena itu sudah kejahatan. Kalau SMS yang diadukan itu kan SMS dugaan penipuan, SMS yang diduga akan menipu," ujar Setyardi kepada Cyberthreat.id, Selasa (24 November 2020).

Menurut Setyardi, kasus SIM swap jarang terjadi karena prosesnya tidak segampang mengirim SMS penipuan. Pasalnya, butuh penggabungan beberapa jenis kejahatan untuk melakukan pembajakan nomor ponsel. Misalnya, pelaku harus memiliki data pribadi orang yang ditargetkan untuk diambil alih nomor ponselnya, lalu membuat KTP palsu untuk memperdaya petugas operator telekomukasi untuk bisa mengambil alih nomor ponsel orang yang ditargetkan.

Itu sebabnya, kata Setyardi, kasus SIM swap tidak sebanyak kasus SMS penipuan yang diadukan ke BRTI.

"Jadi ya tidak semassal SMS penipuan," kata Setyardi.

Meskipun begitu, Setyardi mengatakan pihaknya melakukan edukasi agar masyarakat tidak menjadi korban SIM swap. Selain itu, Setyardi menambahkan bahwa BRTI juga mengingatkan operator soal prosedur standar operasional (SOP) penggantian kartu SIM untuk mencegah terjadinya kejahatan SIM swap.

Dihubungi secara terpisah, Komisioner BRTI, Agung Harsoyo menuturkan bahwa sepengetahuannya kasus SIM Swap selama ini diselesaikan antara pelanggan dengan operator seluler.

SOP operator seluler pun, kata Agung, sudah diperbaiki sehingga kemungkinan terjadi SIM Swap saat ini kecil.

Seperti diketahui, pembajakan nomor ponsel dapat berujung pada pembobolan rekening bank seperti yang dialami wartawan senior Ilham Bintang awal Januari lalu. Hal itu juga menimpa seorang nasabah Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Bogor bernama Irfan Kurnia yang uangnya raib sebesar Rp2,965 miliar setelah seseorang mendatangi gerai Telkomsel untuk mengambil alih nomor ponselnya menggunakan KTP palsu. Kedua kasus ini masih bergulir di pengadilan terpisah.

Sementara itu, berbeda dengan BRTI, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Luctor E. Tapiheru, mengatakan, dari 860 aduan yang diterima sepanjang Desember 2019 hingga September 2020, sebanyak 216 aduan di antaranya masalah phishing, penipuan One-time-password (OTP), rekayasa sosial, dan pengambilalihan kartu seluler (SIM Swap).

Terkait SIM swap atau SIM card takeover, menurut Luctor, umumnya dilakukan oleh pelaku dengan menggunakan identitas palsu untuk mengganti kartu seluler di gerai operator seluler.

Dalam kasus kartu seluler, kata dia, juga ada modus SIM card recycle atau daur ulang kartu seluler.

"Ini memanfaatkan SIM card yang pernah didaftarkan pada alat pembayaran, tapi belum dilakukan update kepada penyelenggara sistem pembayaran," kata Luctor pada Rabu (11 November 2020) lalu.[]