Cegah SIM Swap, Dirjen Dukcapil Usulkan Tanda Tangan Digital Ketimbang KTP Reader
Cyberthreat.id – Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri RI, Prof Zudan Arif Fakhrulloh, menilai pemakaian KTP reader (alat pembaca data KTP) akan menyusahkan gerai-gerai kecil yang melayani penjualan kartu seluler prabayar.
"Banyak gerai kecil bisa tak mampu beli alatnya," kata Zudan kepada Cyberthreat.id, Senin (23 November 2020). Ia pun mengusulkan agar operator seluler menerapkan teknologi tanda tangan digital.
Pernyataan Zudan tersebut terkait dengan usulan alat yang bisa dipakai untuk mencegah terjadinya pembajakan kartu seluler (SIM swap).
Sebelumnya, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) membenarkan bahwa pihaknya sedang membahas penggunaan KTP reader untuk mencegah penyalahgunaan identitas yang berujung pembajakan kartu seluler (SIM swap).
Berita Terkait:
- Cegah SIM Swap, Asosiasi Telekomunikasi Wacanakan Pemakaian KTP Reader
- Belum Pernah Dibicarakan, BRTI Akan Diskusikan Penggunaan KTP Reader untuk Cegah SIM Swap
Direktur Eksekutif ATSI, Sutrisman, mengatakan pembahasan KTP reader masih sebatas di internal ATSI dan masih akan dibahas dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri RI.
“Itu baru akan dibahas dengan Dukcapil sebagai pihak yang melakukan validasi data untuk registrasi,” ujarnya ketika dihubungi Cyberthreat.id, Jumat (20 November 2020).
Kejahatan siber SIM swap diawali dengan pemalsuan KTP. Pelaku akan terlebih dulu mengumpulkan profil korban yang ditargetkan. Ini seperti yang terjadi pada wartawan senior Ilham Bintang pada awal tahun ini. Ilham saat ini sedang proses sidang gugatan di pengadilan melawan Indosat dan Commonwealth Bank.
Di gerai-gerai operator seluler sejauh ini belum memiliki mekanisme pengecekan KTP yang dilengkapi foto. Petugas costumer service hanya mencocokkan Nomor Induk Kependudukan saja, tanpa memastikan apakah foto yang tertera di KTP—yang disodorkan pelaku ketika melakukan proses penggantian kartu seluler milik korban—itu benar-benar pemilik NIK yang bersangkutan atau bukan.
Berbekal KTP asli tapi palsu (aspal), penipu berhasil mengelabui petugas di gerai provider dan akhirnya mendapatkan nomor ponsel korban. Dengan menguasai nomor ponsel korban, apa pun yang ingin dilakukan seperti menguras saldo perbankan sangat mungkin terjadi, karena seringkali One-Time-Password (OTP) dikirim melalui nomor ponsel.
Baru-baru ini kasus SIM swap juga dialami nasabah bank BTN Bogor bernama Irfan Kurnia yang kehilangan saldonya tabungannya sejumlah Rp2,96 miliar.
Tanda tangan digital
Menurut Zudan, daripada menggunakan KTP reader, NIK dan tanda tangan digital bisa diterapkan baik untuk pendaftaran kartu SIM prabayar maupun saat melakukan penggantian kartu seluler.
Untuk itu, ia cenderung lebih setuju pada pemanfaatan tanda tangan digital. Masyarakat perlu diberikan pemahaman atau edukasi terkait penggunaan tanda tangan digital.
Ia menilai tanda tangan digital ini bisa mengurangi pemakaian KTP asli tapi palsu (aspal).
KTP yang disalahgunakan ini pun, menurutnya, karena data NIK dan Kartu Keluarga ini bocor di internet.
Meski sistem aplikasi operator seluler terkoneksi dengan basis data Dukcapil, Zudan mengatakan, petugas operator seluler tidak memeriksa foto KTP pelanggan ke sistem Dukcapil.
Yang dicocokkan operator seluler melalui aplikasi sebatas NIK dan KK.
Menurut Zudan, pemeriksaan foto memang bisa dilakukan, seperti yang telah dilakukan di perbankan, yaitu memverifikasi calon nasabahnya dengan foto yang dikirimkan oleh calon nasabah.
Baca:
- Ini Saran Pakar kepada Operator Seluler dan Perbankan untuk Cegah Nomor Ponsel Dibajak
- Nasabah BTN yang Kehilangan Saldo Rp 2,96 Miliar Akan Gugat Telkomsel Terkait Penipuan SIM Swap
Terkait teknologi pengenalan wajah yang dipakai tersebut, ia mengatakan itu tidak perlu pelanggan memperbarui foto tiap waktu. "Secara biometrik tidak banyak perubahan," ujarnya.
Penggunaan pengenalan wajah ini juga telah diwacanakan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Komisioner BRTI, I Ketut Prihadi Kresna mengatakan pihaknya berencana menerapkan biometrik dalam proses registrasi kartu SIM prabayar, yakni pengenalan wajah, iris mata, dan sidik jari.
Jika wacana ini terealisasi, yang tadinya registrasi kartu SIM prabayar melalui 4444 atau melalui call center dengan memasukkan data NIK dan KK, akan berubah.
“Banyak terjadi penyalahgunaan nomor NIK dan KK untuk melakukan registrasi tanpa hak, kita ke depan mencoba mengganti nomor KK tadi dengan data biometrik,” kata Ketut dalam sedaring 'Cerdas Bertelekomunikasi: Lindungi Data Pribadimu dari Kejahatan Pembajakan OTP', Kamis (22 Oktober 2020).
Terkait rencana BRTI ini pun, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi optimistis penerapan verifikasi melalui data biometrik akan mengurangi penyalahgunaan data identitas orang lain yang digunakan untuk registrasi kartu prabayar.
Menurutnya, karena biometrik unik dan melekat pada seseorang sehingga akan sulit digunakan oleh orang lain.
“Biometrik sulit dipakai orang lain, tidak seperti NIK dan KK,” ujarnya kepada Cyberthreat.id, Jumat (23 Oktober 2020).
Namun, Heru mengatakan rencana itu masih harus didiskusikan bersama terkait keamanan serta sisi kemampuan dari masyarakat karena tidak semuanya memiliki perangkat yang memadai untuk verifikasi biometrik.[]
Redaktur: Andi Nugroho