Siapa Pembuat Aplikasi Muslim Pro yang Menjual Data Lokasi Pengguna ke Militer AS?

Ilustrasi: Bitsmedia pembuat aplikasi Muslim Pro

Cyberthreat.id - Jagat maya dihebohkan dengan kabar aplikasi Muslim Pro menjual data lokasi penggunanya ke militer Amerika Serikat. Siapa sebenarnya pembuat aplikasi yang telah diunduh lebih dari 98 juta kali itu?

Dilansir dari artikel Tech in Asia yang dimuat di situs Bitsmedia, aplikasi Muslim Pro dibuat Bitsmedia Pte Ltd yang didirikan Erwan Mace, pria yang lahir di Prancis dan pindah ke Singapura saat usia 14 tahun.

Selain mendirikan Bitsmedia, Erwan pernah memimpin inisiatif internet dan teknologi seluler untuk perusahaan internasional, bekerja sebagai CTO Soundbuzz di Singapura (diakuisisi oleh Motorola dan ditutup 18 bulan seteelahnya), konsultan teknis di Akamai di Paris, CTO di Vivendi Mile Entertainment Paris, Developer Relation untuk Google Asia Tenggara, dan lainnya.

Didirikan pada April 2008, Muslim Pro dengan cepat menjadi aplikasi populer di kalangan Muslim. Pada 2010, Mace melihat pertumbuhan Muslim Pro kian menjanjikan.

Di Indonesia, yang merupakan negara muslim terbesar di dunia, Mace melihat potensi besar. Ia yakin, Indonesia akan menjadi tambang emas berikutnya untuk internet seluler.

Pemikiran dasarnya: Indonesia adalah rumah bai 12,7 persen populasi muslim dunia, sekitar 225 juta orang.

Maka Mace pun mulai melakukan survei kecil-kecilan, bertanya tentang apa kebutuhan yang belum terpenuhi di segmen muslim.

Saat bulan Ramadan tiba, Mace melihat potensi itu. Banyak teman-temannya yang muslim menanyakan kapan tepatnya jam mulai berbuka dan mulai berpuasa. Mace pun berpikir: adakah cara yang lebih mudah memantau jadwal mulai dan berbuka puasa dalam satu aplikasi?

Berangkat dari ide itulah aplikasi Muslim Pro lahir. Awalnya Mace dan timnya membuat penghitung waktu salat.

Tapi saat itu Indonesia belum menjadi pasar yang menjanjikan. Di awal 2010-an, pengguna smartphone di Indonesia masih terbatas. Saat itu, Apple baru beberapa tahun meluncurkan App Store di iPhone.

Tak disangka-sangka, pengunduh terbanyaknya justru di negara-negara Barat seperti Amerika, Inggris dan Prancis yang memiliki komunitas muslim lumayan besar.

Beberapa tahun kemudian barulah Bitsmedia hadir di Android. Setelah itu, Muslim Pro bermunculan di negara berkembang seperti Indonesa, Malaysia, dan India.

Jumlah penggunanya kian meningkat. Pada 2015, aplikasi itu mencapai 20 juta unduhan. Dua tahun kemudian penggunanya mencapai 45 juta unduhan.

"Kami telah mendapatkan banyak kredibilitas selama bertahun-tahun. Itu adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didapat. Tidak peduli berapa  banyak yang dihabiskan untuk pemasaran, mendapatkan nama dan kredibilitas itu tidaklah mudah. Itu adalah sesuatu yang datang seiring waktu, dan di sinilah keuntungan kami," kata Mace kepada Tech in Asia. pada 2018.


Erwan Mace (kiri) | Sumber foto: connectone.com.sg

Sayangnya, kini reputasi yang dibangun bertahun-tahun itu terancam runtuh setelah Vice.com melaporkan Muslim Pro menjual data lokasi penggunanya dan jatuh ke tangan militer Amerika Serikat.

Belum jelas benar bagaimana skema kerjanya sehingga data itu bisa sampai ke tangan militer Amerika. Namun, kemungkinan besar, Muslim Pro tergoda dengan tawaran dari X-Mode untuk menjual data lokasi penggunanya. Selanjutnya, boleh jadi X-Mode lah yang berurusan dengan militer Amerika.

Dalam tawaran kerja sama yang dipublikasikan di situs X-Mode, sebuah aplikasi yang berminat untuk bekerja sama akan diberikan semacam aplikasi XDK untuk disisipkan di dalam aplikasi. XDK inilah yang meneruskan data lokasi pengguna sebuah aplikasi semacam Muslim Pro ke X-Mode.

Sejauh ini, belum ada konfirmasi dari Muslim Pro.

Dalam penawaran di situsnya, X-Mode menjanjikan sebuah aplikasi dengan pengguna 1 juta orang, berpotensi mendapatkan US$ 3.000 atau setara Rp42 juta. Jika penggunanya mencapai 80 juta, maka Bitsmedia akan menghasilkan duit sekitar Rp33,7 miliar.

Kepada Vice.com, X-Mode mengatakan bisnisnya dengan rekanan militer "terutama difokuskan pada tiga kasus penggunaan: kontra-terorisme, keamanan siber, dan prediksi titik kasus Covid-19 di masa depan."[]