Perintis Teknologi AI Diganjar Turing Award

Dari kiri: Yann LeCun (foto: Facebook), Geoffrey Hinton (Google), dan Yoshua Bengio (Botler AI). Foto: The Verge

San Fransisco, Cyberthreat.id – Dua dekade terakhir, perkembangan teknologi informasi kian pesat. Dan, yang paling menonjol dalam lompatan kuantum teknologi adalah kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Kini kita mengenal seperti Alexa, Siri, atau Google Assistant yang populer di kehidupan sehari-hari. Dulu, hal-hal seperti itu hanya ada di film-film fiksi ilmiah.

Kerja keras dari ilmuwan komputer seperti Yoshua Bengio, Geoffrey Hinton, dan Yann LeCun, akhirnya AI bisa seperti sekarang. Ketiga ilmuwan itu memeras otaknya untuk menciptakan “mesin yang bisa belajar” selayaknya manusia.

Kerjas keras, kegigihan, dan gagasan ketiganya akhirnya dihargai lewat Turing Award 2018, Rabu (27/3/2019), demikian seperti dikutip dari Japan Today. Mereka mendapatkan hadiah senilai US$1 juta yang didanai oleh Google.

Turing Award adalah penghargaan setiap tahun yang diberikan kepada mereka yang berkontribusi di dunia komputer. Ini layaknya Hadiah Nobel, tapi khusus di dunia komputer. Nama penghargaan mengambil nama dari Alan Turing, ahli matematikawan asal Inggris yang dikenal sebagai Bapak Komputer.

Japan Today menyebutkan, penghargaan tersebut menandai pengakuan, bahwa kecerdasan buatan kemungkinan akan semakin berperan dalam hubungan antara manusia dan teknologi beberapa dekade mendatang.

“Kecerdasan buatan adalah salah satu bidang yang tumbuh paling cepat dalam semua sains. Juga, menjadi salah satu topik yang dibicarakan banyak orang,” ujar Cherri Pancake, Presiden Association for Computing Machinery, organisasi di balik penghargaan Turing Award.

Geoffrey Hinton kini bekerja di Google sebagai wakil presiden, Yann LeCun ditarik Facebook sebagai kepala ilmuwan AI, sedangkan Yoshua Bengio masih tetap menyeriusi diri di dunia akademis sebagai profesor Universitas Montreal dan Direktur Ilmiah di Artificial Intelligence Institute in Quebec.

Hinton mengatakan, apa yang pernah mereka lakukan sempat diejek. “Untuk waktu yang lama, orang-orang berpikir apa yang kami bertiga lakukan adalah omong kosong,” ujar Hinton dalam wawancara dengan Associated Press.

“Mereka mengira kami salah arah dan apa yang kami lakukan adalah hal yang sangat mengejutkan bagi orang-orang yang tampaknya cerdas karena menghabiskan waktu,” kata dia.

“Pesan saya kepada peneliti muda adalah jangan menunda jika semua orang mengatakan kepada Anda apa yang dilakukan itu adalah konyol,” ia menambahkan.

Ketiganya optimistis bahwa teknologi AI memiliki prospek yang baik untuk kehidupan umat manusia, seperti peringatan dini banjir dan gempa bumi, mendeteksi risiko kesehatan, seperti kanker dan serangan jantung; bisa jadi lebih duluan diagnosanya dibanding dokter manusia.

“Teknik yang kami kembangkan dapat digunakan untuk sejumlah besar kebaikan yang mempengaruhi ratusan juta orang,” ujar Hinton.

Namun, ketiganya memiliki kecemasan, terutama membayangkan skenario teknologi AI dikembangkan menjadi sistem senjata yang bisa membunuh banyak orang.

Sumber: Japan Today