SIDANG DOKTORAL

Cyber Diplomacy sebagai Solusi Konflik Siber

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Cyberthreat.id – Masalah keamanan siber (cybersecurity) dilihat dari segi hubungan internasional memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan dunia nyata. “Masalah cybersecurity ini adalah in between, antara dunia nyata (realita) dengan dunia siber," kata Prof. Dr. Arry Bainus MA di Bandung, Jawa Barat, Rabu (15 April 2020).

Meski di dunia maya, kata dia, sesuatu yang dilakukan di dalamnya bisa menimbulkan perang antarnegara secara riil. Sebaliknya, perang antarnegara itu juga bisa memanfaatkan dunia siber. Ia mencontohkan persinggungan masalah “dua dunia” itu dengan kasus Edward Snowden, pembocor program rahasia National Security Agency (NSA) pada 2013. Selain itu, contoh yang saat ini mengemuka adalah konflik antara Amerika Serikat dan China.


Berita Terkait:


Prof. Arry menyampaikan hal itu menanggapi sidang ujian terbuka doktoral yang disampaikan oleh Agung Nugraha dan Sulistyo, dua mahasiswa Pascasarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Rabu. Sebelumnya, keduanya lulus dari sidang ujian doktor tertutup pada 24 Januari 2020.

Keterangan: Sulistyo (kiri) dan Agung Nugraha meraih titel doktor di bidang siber usai menjalani proses sidang ujian terbuka di Program Pascasarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat. | Foto: Liputan6.com


Terkait masalah hubungan internasional, dalam disertasi bertajuk “Diplomasi Siber Indonesia dalam Menghadapi Potensi Konflik Siber”, di mata Prof. Arry, Sulistyo menyinggung hal baru yabg bisa kian memperkaya pengetahuan siber di Indonesia. Yaitu, tentang persoalan konflik siber (cyberconflict) yang bisa diselesaikan dengan diplomasi siber (cyber diplomacy).

“Tadi ditegaskan ada pembedaan antara konsep digital diplomacy dengan cyber diplomacy. Itu sangat menarik sekali dan sangat tajam disampaikan Dr. Sulistyo,” kata Prof. Arry juga sebagai ketua tim promotor disertasi keduanya.

Sementara itu, melalui disertasi berjudul “Penanggulangan Terorisme Siber pada Media Sosial di Indonesia”, Agung menyoroti perkembangan media sosial yang bersinggungan dengan masalah terorisme. Agung menyatakan, bahwa media sosial telah digunakan oleh para penjahat untuk melakukan praktik cyberterorism. “Nah, hal ini sangat menarik sekali untuk dikaji di Indonesia,” Prof. Arry menegaskan.

Kenapa? Karena di masa depan, menurut dia, isu cyberterorism bakal semakin mengemuka. “Karena pendanaan, perekrutan [teroris], itu sudah banyak [melalui] online dan menggunakan cyberspace,” ujar Prof. Arry.

Yang unik dalam sidang doktoral mereka adalah dilakukan melalui telekonferensi video. “Ini kebetulan sedang ada wabah Covid-19, sidangnya juga daring. Jadi, topiknya sudah cybersecurity, kita menggunakan metodenya dengan cyberspace. Jadi, menarik nih ujiannya, paripurnalah, menurut saya,” tutur Prof. Arry.

Agung dan Sulistyo, keduanya pejabat di Badan Siber dan Sandi Negara, akhirnya mendapatkan nilai A untuk sidang ujian disertasinya. Sidang tersebut dipimpin oleh Dekan FISIP Unpad Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata selaku ketua sidang juga anggota promotor.

Langka

Menanggapi keberhasilan keduanya, Prof. Arry mengatakan, jurusan keamanan siber (cybersecurity) di Unpad adalah sesuatu yang unik karena masuk rumpun Ilmu Sosial, utamanya di hubungan internasional.

“Ini masih ‘barang’ langka karena untuk hubungan internasional sendiri pemberi teorinya masih kurang,” ujar dia.

Oleh karenanya, dari sisi ilmu sosial, gagasan yang disampaikan mereka sangat bermanfaat karena menyinggung tata guna laksana cyberspace yang konstruktif untuk Indonesia.

“Hanya sekarang bergantung pada politik dari pemerintah. Mau atau tidak, melaksanakan apa yang disarankan oleh Dr. Agung Nugraha ini,” tutur dia.[]