FACEBOOK DAN GOOGLE DILIBATKAN

Tangani Corona, Amerika Jajaki Gunakan Data Lokasi Ponsel

Ilustrasi pelacakan data lokasi

Cyberthreat.id - Pemerintah Amerika Serikat sedang menjajaki kemungkinan menggunakan data lokasi ponsel orang Amerika untuk melacak penyebaran virus corona.

Facebok dan Google mengaku dilibatkan dalam pembicaraan itu. Sementara Apple, menjawab pertanyaan CNN, mengatakan belum dilibatkan dalam bagian diskusi data lokasi.

Facebook dan Google mengkonfirmasi kepada CNN bahwa mereka sedang mengeksplorasi cara-cara untuk menggunakan data teragregasi, yang dianonimkan untuk membantu penanganan pandemi virus corona di negara itu.

Hingga Jumat sore ini (20 Maret 2020), data global yang disajikan Worldometers menempatkan Amerika Serikat pada urutan ke-6 negara yang terinfeksi Covid-19, setelah China, Italia, Iran, Spanyol, dan Jerman.

Angka pasien yang terinfeksi meningkat menjadi 14.366 orang, bertambah 577 kasus dari sehari sebelumnya. Dari jumlah itu, 217 diantaranya meninggal dunia, dengan 10 kematian terbaru.

Pembicaraan tentang data lokasi ponsel adalah bagian dari serangkaian upaya pemerintah Amerika Serikat untuk melibatkan perusahaan teknologi dalam menangani wabah corona.

Sejumlah perusahaan lain ada yang berfokus pada perluasan pendidikan secara virtual, membatasi penyebaran informasi hoax tentang corona, dan mengeksplrasi penggunaan data geolokasi untuk pelacakan penyakit.

Departemen Luar Negeri juga terlibat dalam pembicaraan ini setelah menerima permintaan dari berbagai pemerintah asing tentang kemungkinan memanfaatkan pengetahuan perusahaan teknologi tentang pergerakan miliaran orang di seluruh dunia, menurut salah satu orang yang mengetahui masalah ini.

Sejauh ini, pemerintah hanya meminta data lokasi umum. Misalnya, menunjukkan perubahan dalam pola lalu lintas jalan raya atau kunjungan toko bahan makanan, kata salah satu sumber CNN. Tapi, dua orang mengatakan, itu meningkatkan potensi pemerintah meminta informasi lebih rinci yang dapat menimbulkan risiko privasi.

Langkah pelacakan lewat data geolokasi ini memicu kekhawatiran tentang privasi seseorang. Misalnya, pengungkapan identitas individu terinfeksi yang secara tidak sengaja sebagai hasil dari program pelacakan lokasi yang terperinci dapat menyebabkan rasa malu, kekerasan atau lebih buruk.

Perusahaan teknologi tidak sendirian dalam memelihara banyak sekali data lokasi pelanggan. Operator telekomunikasi yang menangani komunikasi ponsel cerdas jutaan orang Amerika juga memiliki akses ke informasi lokasi terperinci. Tetapi belum jelas apakah pemerintahan Trump telah meminta mereka untuk memberikan data itu. Jika diberikan, seberapa rinci data yang bisa diungkap.

Juru Bicara untuk Verizon, T-Mobile dan Sprint tidak segera menanggapi permintaan komentar. Ditanya apakah telah berpartisipasi dalam diskusi pemerintah AS tentang penggunaan data lokasi, juru bicara AT&T  Michael Balmoris menjawab,"Tidak."

AS bukan satu-satunya negara yang mempertimbangkan pelacakan berbasis teknologi. Israel minggu ini telah menyetujui untuk melacak pasien Covid-19 pada tingkat individu yang jauh lebih rinci, menggunakan alat lokasi yang sebelumnya hanya digunakan untuk tujuan kontraterorisme.

Sementara itu, Hong Kong telah menggunakan gelang elektronik untuk mengawasi individu yang berisiko.

Mantan pejabat administrasi Facebook dan Obama yang kini mengajar di Kennedy School of Government Universitas Harvard, Dipayan Ghosh, mengatakan perlu ada aturan dan perlindungan yang kuat yang mengatur bagaimana data dapat digunakan dalam krisis saat ini.

"Ada risiko luar biasa bahwa pemerintah dapat menggunakan kapasitas teknologi untuk memantau penyebaran virus untuk benar-benar mengawasi warga mereka," katanya.

"Jika pemerintah memutuskan untuk melacak warganya, mereka harus menetapkan pedoman yang jelas tentang kekuatan apa yang mereka miliki, bagaimana mereka akan melakukan pemantauan, dan langkah-langkah apa yang mereka ambil untuk melindungi privasi."

Dalam sebuah pernyataan, Google mengatakan data lokasi yang dianonimkan dapat membantu para pejabat kesehatan "menentukan dampak sosial distancing (jarak sosial), mirip dengan cara kami menunjukkan restoran populer dan pola lalu lintas di Google Maps."

Perusahaan menambahkan: "Pekerjaan ini akan mengikuti protokol privasi kami yang ketat dan tidak akan melibatkan berbagi data tentang lokasi, pergerakan, atau kontak individu mana pun. Kami akan memberikan rincian lebih lanjut jika tersedia."

Google mengatakan belum membagikan data seperti itu, dan jika itu terjadi, tidak akan digabungkan dengan data perusahaan lain.

Google juga mengatakan karena pengguna harus ikut serta dalam pelacakan riwayat lokasi, data tidak akan cukup granular untuk mendukung "pelacakan kontak" yang rumit untuk melacak infeksi ke sumber awal.

CEO Facebook Mark Zuckerberg menarik perbedaan antara berbagi data agregat dengan cara anonim dan data kasar tentang individu tertentu.

"Saya kira tidak ada yang langsung meminta akses ke data orang," katanya. "Ini semacam hipotesis, karena tidak ada yang meminta ini." Dia menambahkan bahwa beberapa media yang melaporkan masalah ini telah "melebih-lebihkan."

Dalam pernyataan terpisah, Facebook mengatakan kepada CNN bahwa perusahaan telah menerbitkan peta bencana yang diisi dengan data lokasi pengguna teragregasi sejak 2017.

Misalnya, Facebook telah menerbitkan peta yang melacak pergerakan penggunanya sebagai respons terhadap kebakaran hutan California.

Seperti halnya Google, data lokasi yang dikumpulkan Facebook berasal dari pengguna yang telah memilih untuk berbagi lokasi, kata Facebook.

Perusahaan telah memberikan informasi pemetaan dan lokasi kepada para peneliti di Taiwan dan di Universitas Harvard, dan sedang mempertimbangkan untuk memperluas program.

"Dalam konteks virus corona, para peneliti dan organisasi nirlaba dapat menggunakan peta untuk memahami dan membantu memerangi penyebaran virus," kata pernyataan Facebook.[]