Polisi London Bantah AI Facial Recognition-nya Rasialis

Ilustrasi | Foto: freepik.com

London, Cyberthreat.id – Sejak Januari lalu, Kepolisian London (Metropolitan Police Service/MPS) mulai menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) secara langsung di ruang publik untuk mendeteksi wajah seseorang. Teknologi pengenalan wajah langsung (live facial recognition/LFR) yang dipakai MPS disediakan oleh NEC Corporation asal Jepang.

Sejumlah kalangan kebebasan sipil di Inggris, seperti Amnesty International Inggris, Liberty, dan Big Brother Watch, menilai teknologi FR memiliki bias dalam mendeteksi wajah seseorang, terutama pada kulit berwarna. Tingkat akurasi algoritma FR bisa cenderung rasialis karena sangat bergantung pada warna kulit orang yang dideteksi.

Menanggapi isu tersebut, Kepala Polisi London Dame Cressida Dick berkomentar lantang dan menolak temuan adanya algoritma rasialis itu.


Berita Terkait:


“Kami tahu ada beberapa algoritma murah yang memiliki bias etnis, tetapi seperti yang saya katakan, algoritma kami tidak. Dan, saat ini satu-satunya bias di dalamnya adalah sedikit lebih sulit untuk mengidentifikasi perempuan yang dicari daripada laki-laki yang dicari," kata dia seperti dikutip dari Reuters, Senin (24 Februari 2020).

Ia juga menyerang kubu pengkritik dengan sindiran keras. Kepolisian, kata dia, telah menggunakan teknologi tersebut secara proporsional.

“Tapi, saat ini suara-suara paling keras dalam perdebatan, tampaknya adalah menjadi kritikus, kadang-kadang (mereka) sangat tidak benar dan/atau sangat kurang informasi,” kata dia seperti dikutip dari The Guardian.

Ia kemudian meluruskan “mitos-mitos” yang berkembang selama ini menyangkut alat pengenalan wajah tersebut. Menurut dia, alat FR tersebut:

  • tidak menyimpan data biometrik
  • petugas manusia akan selalu membuat keputusan tentang apakah akan melakukan intervensi atau tidak.
  • teknologi MPS telah terbukti tidak memiliki bias etnis
  • penempatan alat tersebut juga bersifat transparan.

Yang jelas, kata polisi perempuan itu, institusinya butuh sokongan regulasi terkait penggunaan FR. Ia berharap, sesuai janji pemerintah pada tahun lalu, segera ada regulasi bagi polisi terkait penggunaan teknologi baru, seperti AI, biometrik, dan DNA.

“Cara terbaik untuk memastikan, bahwa polisi menggunakan teknologi baru dan yang baru muncul adalah dengan cara mendapat dukungan dari negara,” kata dia.


Berita Terkait:


Pemerintah, menurut dia, segera saja mengusulkan di tingkat legislatif sehingga terbuka untuk diperdebatkan dan mendapatkan umpan dari publik. Dengan begitu, “Akan ada batas-batas bagaimana polisi seharusnya menggunakan atau tidak menggunakan teknologi tersebut,” kata dia.

“Beri kami hukum dan kami akan bekerja sesuai aturan di dalamnya,” ia menambahkan.

Sementara, Big Brother Watch pun membalas kritik yang disampaikan kepolisian tersebut. BBW menilai Dick telah mengabaikan temuan dari Prof Pete Fussey yang melakukan peninjauan independen terhadap teknologi LFR. Menurut Fussey, teknologi itu hanya akurat dalam 19 persen kasus.[]