Ketua DPR: Jual Beli Data Berdampak Luas dan Rugikan Publik

DPR RI | Foto: Wikipedia

Jakarta, Cyberthreat.id - Era digital dan revolusi 4.0 membuat masyarakat harus meningkatkan kesadaran terkait keamanan data pribadi. Data ibarat emas yang bisa ditambang sehingga menghasilkan ratusan juta USD keuntungan yang mengalir ke luar negeri.

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengimbau masyarakat lebih meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya perlindungan data. Ia menanggapi investigasi Kompas yang menemukan jual beli data pribadi nasabah dengan harga yang bervariasi.

Pelaku jual beli data nasabah adalah kalangan tenaga pemasaran kartu kredit dan pegawai bank, baik secara langsung maupun secara online. Bambang Soesatyo meminta pihak terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Kepolisian bertindak sigap.

"Mengingat kasus tersebut dapat berdampak luas dan sangat merugikan masyarakat," kata Bambang Soesatyo dalam keterangan persnya, Senin (13/05/2019). 

MENDORONG UU PERLINDUNGAN DATA PRIBADI

Bamsoet juga meminta Kemenkominfo untuk mendahulukan upaya pencegahan guna menghindari berulangnya kasus serupa, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kemudian sinergi antara berbagai lembaga ditingkatkan seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam melakukan pencegahan serta memberikan perlindungan terhadap data pribadi masyarakat dari peretas hingga meningkatkan literasi siber.

"Kita juga mendorong pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji dan merumuskan draf RUU tentang Perlindungan Data Pribadi," ujarnya.


Baca: Zuckerberg Enggan Data Center di Negara yang Hukumnya Lemah


Sementara itu, Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Sylvia Sumarlin menilai UU ITE bisa dioptimalkan dalam perlindungan data pribadi. 

UU ITE diantaranya mengatur operator telekomunikasi, mengatur pelaku digital termasuk mengatur kegiatan digital berupa transaksi elektronik.

Namun, Sylvia juga mengingatkan soal polemik data center termasuk termasuk revisi PP 82 soal penempatan data center yang erat kaitannya dengan perekonomian. Menurut dia, kepastian hukum sangat penting dalam menjamin keamanan data ke depan.

"Nah, ini kan masalah proses hukumnya. Kalau proses hukumnya gak bisa di Indonesia tentu lebih sulit karena misalnya data saya berada di luar negeri tentu sesuai proses hukum di sana," kata Sylvia kepada Cyberthreat.id di Jakarta, Senin (13/05/2019).