Lebih dari 14 Juta Upaya Phising Terjadi di Asia Tenggara
Jakarta, Cyberthreat.id- Statistik terbaru yang dikumpulkan oleh Kaspersky, sebuah perusahaan Cyber Security, menunjukkan, wilayah Asia Tenggara masih menjadi target pelaku kejahatan siber yang mencoba menginfeksi jaringan melalui phsing.
Kaspersky mendeteksi total 14 juta upaya phishing terhadap pengguna internet di kawasan tersebut selama paruh pertama tahun 2019.
Yeo Siang Tiong, General Manager Kaspersky Asia Tenggara mengatakan, upaya yang mengarahkan penggunanya menuju situs web phising selama paruh pertama tahun 2019 tertinggi ditempati oleh Negara Vietnam, Malaysia dan Indonesia.
Terdapat lebih dari 11 juta upaya gabungan yang terdeteksi dari tiga negara ini. Selain itu, Thailand mencatat hampir 1,5 juta upaya terdeteksi, sementara Filipina memiliki lebih dari satu juta insiden. Singapura hanya mencatat sebanyak 351.510 upaya dari Januari hingga Juni tahun ini.
"Ancaman lama namun efektif ini nyata di Asia Tenggara dan tidak menunjukkan tanda-tanda memudar dalam waktu dekat. Boleh diakui atau tidak, wilayah ini terdiri dari banyak populasi muda dan sangat mobile, kita perlu memberikan edukasi tentang risiko serangan dasar seperti phishing,” kata Yeo melalui siaran pers, Senin, (30 September 2019).
Sementara itu, statistik juga menunjukkan, Filipina memiliki persentase korban phishing tertinggi yaitu 17,3%. Peningkatan tersebut menunjukkan 6.556% lebih tinggi dibandingkan dengan data untuk periode yang sama tahun lalu di 10,449%.
Malaysia mencetak angka tertinggi kedua di 15,829% dari pengguna yang terinfeksi melalui phishing dari 11,253% pada paruh pertama tahun 2018.
Diikuti oleh Indonesia dengan 14,316% dari 10,719% dibandingkan tahun lalu. Kemudian Thailand pada 11,972% dari 10,9% dan Vietnam dengan selisih tipis sebanyak 11,703% dari 9,481%. Singapura mencatat persentase sebanyak 5% tahun ini dibandingkan dengan 4,142% pada tahun lalu.
"Ini adalah sebuah fakta yang harus diterima bahwa para pengguna muda akan membeli telepon baru kemudian berpikir untuk mengamankannya secara fisik namuni tidak secara virtual. Selama individu masih belum mempertimbangkan penjagaan keamanan mereka dengan baik saat menggunakan internet, maka kita akan terus melihat korban phishing berjatuhan,” ujar Yeo.
Yeo menambahkan, efektivitas penipuan phishing terbukti menarik bagi para pelaku kejahatan siber yang dapat dengan mudah menjual kredensial curian di web gelap.
Para pelaku kejahatan siber akan mengejar kredensial pengguna yang menyertakan nomor kartu kredit serta kata sandi ke rekening bank dan aplikasi keuangan lainnya.
Sementara pihak berwenang dan perusahaan swasta telah berulang kali meyakinkan pengguna bahwa mereka tidak akan meminta informasi pribadi melalui internet, jumlah korban telah meningkat.
Terlepas dari meningkatnya kesadaran akan penipuan online, para pengguna justru menjadi kurang peduli akan konsekuensi yang telah dibuktikan dengan pertumbuhan jumlah pengguna yang terpengaruh.
“Sangat mengkhawatirkan bahwa trik phishing masih sangat efektif dalam melakukan penipuan kepada para pengguna internet di Asia Tenggara. Perlu juga dicatat bahwa pelaku kejahatan siber dapat menggunakan strategi phishing email yang sama selama bertahun-tahun dan seseorang masih akan memberikan informasi pribadi mereka dengan sukarela atau mengklik tautan berbahaya tanpa disadari,” tegas Yeo.