Zuckerberg Enggan Data Center di Negara yang Hukumnya Lemah

Mark Zuckerberg | Facebook

Bengaluru, Cyberthreat.id - Bos Facebook, Mark Zuckerberg, kembali menegaskan pendiriannya terkait penempatan data center. 

Dalam sebuah percakapan teleconference dilansir Economic Times, Rabu (24/4/2019), Zuck kembali mengatakan dia enggan menempatkan data-data berharganya di negara yang penegakan hukumnya lemah.

Zuck memang tidak menyebutkan negara spesifik, tapi sudut pandangnya melihat data center berdasarkan manajemen risiko. Menurut dia, terlalu besar risiko, misalnya Facebook, menyimpan data-data berharga penggunanya di lokasi yang kerap terjadi penyalahgunaan data.

"Anda harus paham kami tidak akan menyimpan data sensitif di negara-negara, di mana data itu bisa diakses secara tidak tepat karena lemahnya aturan hukum atau pemerintah yang secara paksa dapat mengakses data Anda," kata Zuck.

September 2018 Facebook mengumumkan membangun data center pertamanya di Asia senilai Rp 15 triliun di Singapura. Padahal pengguna terbesar Facebook di Indonesia menurut Statista per April 2019 mencapai 120 juta atau urutan ketiga setelah India dan Amerika Serikat.

"Sikap kami pada lokalisasi data center adalah risiko. Artinya, jika kami diblokir di negara besar, itu akan merugikan komunitas dan bisnis kami."

Di kesempatan itu Zuc juga menanggapi pertanyaan mengenai Whatsapp yang dinilai telah menjadi kanibal bagi Facebook. Sejak mengakuisisi WhatsApp pada 2014, Facebook belum mendapatkan untung dari aplikasi pesan untuk smartphone tersebut.

Kini, jumlah pengguna WhatsApp meningkat pesat mencapai 1,6 miliar menurut Statista. Jumlah itu jauh kalah dibanding Facebook. Kondisi itu berpengaruh terhadap pendapatan Facebook maupun Instagram yang lebih dulu diakuisisi pada 2012. 

"Tapi melihat pola yang lebih luas di seluruh dunia sebenarnya menunjukkan bahwa orang ingin menggunakan keduanya yakni platform pribadi sekaligus platform publik," ujar Zuck.