Regulatory Sandbox, Cara OJK Seleksi Pelaku Fintech Baru
Jakarta, Cyberthreat.id – Di era teknologi informasi, layanan keuangan menjadi sektor yang paling mengalami perubahan signifikan. Kemunculan layanan teknologi finansial (fintech) mengubah pola dan gaya hidup masyarakat.
Untuk menampung perkembangan jenis-jenis layanan keuangan itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat kebijakan tentang Inovasi Keuangan Digital.
Juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot, mengatakan, IKD merupakan payung hukum untuk inovasi teknologi di sektor jasa keuangan. Semua layanan keuangan digital, seperti fintech berada di dalamnya.
“IKD merupakan terminologi yang digunakan oleh OJK untuk menyebut produk fintech yang belum memiliki regulasi sendiri,” tutur Sekar kepada Cyberthreat.id, Senin (9 September 2019). Pendek kata, fintech model baru yang belum pernah ada dan sedang berada pengembangan pertama di Indonesia.
Berita Terkait:
- Perhatikan Risiko Pinjaman Online, Ini Saran Bank Indonesia
- Satgas OJK Temukan 946 Fintech Lending Ilegal
IKD akan mengatur kaidah-kaidah transparansi, kemudian juga menjadi regulatory sandbox untuk inovasi teknologi di OJK yang tidak termasuk dalam kategori peer-to-peer, equity crowd founding (ECF), perbankan digital.
Melalui regulatory sandbox itulah, OJK akan mengawasi para pelaku fintech model baru yang belum diakomodasi oleh regulasi mana pun. Jika nantinya sudah ada peraturan spesifik yang mengatur, pelaku fintech tersebut akan keluar dari regulatory sandbox dan mematuhi regulasi baru yang sudah ada.
“Regulatory sandbox merupakan program atau masa uji coba dari fintech, yang bisa berlangsung selama 6-12 bulan,” kata Sekar.
Fintech dengan model baru akan didampingi oleh pemerintah secara administrasi hukum dan operasional sistem, “Untuk menghindari adanya pelanggaran hukum dari fintech tersebut,” kata dia.
Berita Terkait:
- Tiga Tantangan Utama Bisnis Fintech di Indonesia
- Jangan 'Gali Lubang Tutup Lubang' di Pinjol, Ini Risikonya!
Data OJK menyebutkan, saat ini ada 48 penyelenggaea IKD yang tercatat, 34 di antaranya terpilih untuk masuk dalam Regulatory Sandbox.
Dari ke 48 IKD tersebut terbagi dalam 15 klaster, yaitu aggregator, credit scoring, project financing, social network & robo advisor, financial planner, blockchain based, online distress solution, claim service handling, e- KYC, Verification non- cdd, tax&accounting, online gold depository, digital dire, funding agent, dan financing agent.
Sekar mengatakan, penyelenggara IKD yang memiliki status sudah tercatat di OJK diperbolehkan untuk beroperasi sesuai dengan bisnis model yang diajukan dan dapat bekerja sama dengan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang terdaftar dan di awasi oleh OJK.
“Salah satu pihak yang kami tunjuk untuk mengawasi IKD ini adalah AFTECH, dengan tujuan penerapan balanced regulatory framework, supaya ada sinergi optimal dengan lembaga jasa keuangan dan juga memperhatikan perlindungan bagi para konsumennya,” kata Sekar.
Selain itu, untuk memperkuat pengawasan terkait dengan ekosistem fintech yang masuk dalam ranah IKD, OJK menerapkan Supervisory Technology dengan peluncuran laman mini di portal OJK yang diberi nama Gerbang Elektronik Sistem Informasi Keuangan Digital (GESIT) sebagai media interaksi antara OJK, penyelenggara IKD, dan masyarakat.
Redakatur: Andi Nugroho