Survei Cisco: Karyawan di Indonesia Akses Platform Kantor dengan Perangkat Tak Terdaftar
Cyberthreat.id - Director Cybersecurity Cisco ASEAN Juan Huat Koo mengatakan kebijakan kerja secara hibrida memang memberdayakan karyawan untuk bekerja dari mana saja.
Akan tetapi, kondisi itu juga membawa tantangan baru pada keamanan siber mengingat adanya penggunaan perangkat yang tidak terdaftar oleh karyawan untuk mengakses platform kerja.
“Peretas sekarang dapat menargetkan karyawan di luar batas jaringan perusahaan,” kata Juan dalam keterangannya pada Selasa (6 Desember 2022) dikutip dari Antaranews.com.
Hal itu berdasarkan survei Cisco bertajuk "My Location, My Device: Hybrid work’s new cybersecurity challenge”.
Terlebih hasil survei menggambarkan sebanyak 87 persen responden di Indonesia mengatakan bahwa karyawan mereka menggunakan perangkat yang tidak terdaftar untuk masuk ke platform kerja.
Di samping itu, sekitar 65 persen respondeng mengatakan, karyawan menghabiskan lebih dari 10 persen waktu kerja dalam sehari menggunakan perangkat yang tidak terdaftar.
Skenario keamanan siber ini semakin rumit karena karyawan masuk ke platform kerja dari berbagai jaringan seperti rumah, kedai kopi, dan bahkan supermarket.
Selanjutnya, sekitar 94 persen responden mengatakan karyawan menggunakan setidaknya dua jaringan untuk masuk kerja dan 34 persen menggunakan lebih dari lima jaringan.
Penggunaan perangkat yang tidak terdaftar menambah tantangan baru bagi para praktisi keamanan. Menurut survei itu, 55 persen responden pernah mengalami insiden keamanan siber dalam 12 bulan terakhir.
Tiga jenis serangan teratas yang dialami mereka antara lain malware, phishing, dan kebocoran data. Di antara para korban insiden siber, 73 persen dari mereka menderita kerugian setidaknya US$100.000 dan 35 persen dari mereka rugi setidaknya US$500.000.
Menurut Juan, agar pekerjaan hibrida benar-benar berhasil dalam jangka panjang, organisasi perlu melindungi bisnis mereka dengan ketahanan keamanan.
Ketahanan ini termasuk membangun pengamatan pada jaringan, pengguna, titik akhir, dan aplikasi mereka untuk memperoleh wawasan tentang perilaku akses, memanfaatkan wawasan ini untuk mendeteksi ancaman, dan memanfaatkan intelijen ancaman untuk menanggapinya langsung di lokasi atau di cloud.
Sementara itu, Managing Director Cisco Indonesia Marina Kacaribu memandang bahwa perusahaan harus mengadopsi strategi keamanan baru yang menjalin ketahanan keamanan ke dalam jalinan usaha mereka melalui kerangka kerja yang dirancang untuk aman dan pendekatan zero-trust. Menurut dia, para pegawai adalah landasan untuk memupuk ketahanan ini.
“Perusahaan perlu mengedukasi tenaga kerja mereka tentang praktik keamanan terbaik dan menggunakan teknologi sebagai mata dan telinga jaringan, memanfaatkan informasi yang dapat ditindaklanjuti untuk mengambil tindakan yang tepat di saat paling dibutuhkan, dan mengotomatisasi respons tersebut sehingga mereka dapat pulih lebih kuat dari ancaman,” kata Marina.[]