MUI Ingatkan Fatwa Haramkan Buzzer Sebar Aib, Gosip dan Ujaran Kebencian
Cyberthreat.id - Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengigatkan tentang hukum aktivitas buzzer (pendengung) di media sosial.
Menurut Asrorun, sejak 2017 lalu MUI telah menerbitkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Medsos. Salah satu poinnya membahas mengenai aktivitas buzzer.
Dalam fatwa itu, MUI mengatur mengatur bahwa memproduksi, menyebarkan atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoaks, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak, hukumnya haram.
"Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar’i," kata Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (12 Februari 2021).
"Demikian juga (untuk) orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya," tambah Asrorun.
Asrorun juga menegaskan, haram hukumnya memproduksi dan menyebarkan konten untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar serta membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses dengan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2021 menyatakan, musuh terbesar pers saat ini, adalah para "buzzer" yang ia anggap tidak bertanggung jawab.
Haedar berharap, pers tidak terbawa pada suasana yang kontroversial dan menjurus ke konflik sosial.
“Pers Indonesia secara khusus dalam dinamika politik kebangsaan saat ini penting menjalankan fungsi checks and balances sebagaimana menjadi DNA media massa sepanjang sejarah di negeri manapun,” kata Haedar.
Dalam usaha mencerdaskan bangsa, ia mengatakan, pers berfungsi sebagai pranata sosial yang mengedukasi elite dan warga bangsa agar menjadi insan yang berpikir jernih, objektif, moderat, cerdas, beretika, dan berdaya kritis.
Istilah buzzer merujuk kepada aktivitas seseorang atau berkelompok di media sosial yang bergerak bersama-sama dan mendapat bayaran untuk motif dan tujuan tertentu seperti memanipulasi opini publik lewat konten-konten yang dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi pemikiran khalayak terhadap sebuah isu, terutama terkait politik. Dalam kasus tertentu, mereka bergerak bersama-sama menyerang pihak-pihak yang bersebrangan pemikiran atau pandangan politiknya.
Aktvitas buzzer ini biasa kian kentara menjelang perhelatan politik. Berlindung dibalik profesi sebagai konsultan sosia media, para buzzer berupaya mengendalikan opini publik dan menciptakan trending topic dengan membombardir media sosial dengan konten-konten terkait isu-isu yang sedang "digoreng."
Berbeda dengan pers yang terikat pada Kode Etik Jurnalistik, buzzer umumnya menyaru dengan membuat dan mengelola sejumlah akun palsu untuk menyamarkan identitasnya sehingga lebih leluasa menjalankan misinya. Buzzer jenis ini biasanya disebut "peternak akun."
Raksasa media sosial seperti Facebook dan Twitter, beberapa kali menemukan, menghapus dan mengumumkan aktivitas buzzer yang berupaya memanipulasi opini publik yang disebut sebagai "aktivitas tak biasa yang terkoordinasi."
Namun, setiap akunnya dihapus, para buzzer biasanya akan membuat akun baru dan berlindung dibalik akun palsu, meski pun ada pula beberapa yang menggunakan akun asli.[]