Meutya Hafid: RUU PDP Ditargetkan Maret 2021 Selesai
Cyberthreat.id – Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengatakan, Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) ditargetkan rampung pada awal 2021.
"Mudah-mudahan Maret bisa kita selesaikan," ujar Meutya dalam sedaring bertajuk "Bahaya Dari Sebar Data Pribadi Sembarangan Bisa Rugi 7 Turunan", Minggu (27 Desember 2020).
Saat ini, menurut Meutya, dari 300-an Daftar Inventaris Masalah (DIM) sudah ada 145 yang selesai dibahas oleh Komisi I bersama pemerintah.
"Jadi lebih dari 50 persen, kalau 2020 saya mohon maaf memang tidak bisa kita selesaikan di tahun ini," kata Meutya.
Meutya menuturkan bahwa masih banyak sekali poin-poin yang diperdebatkan dalam pembahasan RUU PDP mulai dari definisi data pribadi, mana yang data pribadi dan mana yang data publik.
Selain itu, kata Meutya, perdebatan lainnya terkait izin yang diberikan seperti apa. "Pertama kan ada collecting data kemudian apakah boleh memproses data, kemudian dari proses data apakah boleh ditransfer ke pihak ketiga dan lain-lain," ujarnya.
Ada pula perdebatan terkait tempat penyimpanan data. "Apakah harus hanya di Indonesia, ataukah boleh disimpan dalam sebuah cloud atau server besar yang ada di negara lain, itu juga masih agak sedikit alot di situ," tuturnya.
Namun, dari segala perdebatan itu, Meutya menuturkan bahwa pada prinsipnya pemerintah dan DPR RI sepakat untuk menyelesaikan itu dalam waktu cepat.
"Perjalanannya panjang meskipun dibahas baru tahun ini sebetulnya sudah dari periode lalu kita sudah mengagungkan baik dari DPR maupun dari pemerintah untuk menerbitkan UU PDP," ujarnya.
UU PDP ini dinilai Meutya akan membuat peraturan terkait PDP menjadi efektif, di mana saat ini terkait PDP sebenarnya sudah tersebar di beberapa UU.
"Selama ini belum efektif, terkait dengan PDP itu ada di 23 UU sangat berbeda, dan ada dua peraturan menteri (permen) yang mengatur mengenai ini yang satu keluar di 2016 dan satu keluar di akhir periode pemerintahan yang lalu di 2019. Jadi sebetulnya kalau kita lihat secara Permen sudah ada yang mengatur PDP, tetapi kita rasa belum efektif " kata Meutya.
Namun, Meutya tidak ingin ada persepsi bahwa ketika UU PDP selesai, maka kita semua lebih aman. "Tidak dan kita sudah buktikan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), bukan berarti setelah UU ITE lahir tidak ada penipuan di dunia maya, bahkan jauh lebih banyak karena memang transaksi internetnya jauh lebih besar," katanya.
Yang paling utama dari UU PDP nanti, kata Meutya, adalah menjaga dan membuat efektif peraturan terkait PDP serta literasi digital. "Karena banyak sekali pelanggaran-pelanggaran terhadap produk hukum atau UU karena ketidaktahuan. Jadi ada memang niatnya jahat, ada memang yang enggak paham," ujarnya.
Urgensi hadirnya UU PDP ini juga, kata Meutya, karena data pribadi ini kemungkinan diserap oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang dikhawatirkan atau berpotensi akan mengganggu keamanan pribadi hingga keamanan dan pertahanan negara.
"Kebetulan kami di Komisi 1 kami juga menyusun pertahanan negara, karena itu UU ini urgent tidak hanya untuk melindungi warga negara, tetapi melindungi negara ini dari kebocoran data yang bisa membuat pihak lain dengan mudah memetakan indonesia," kata Meutya.[]