Larangan Kampanye
Kominfo Larang Iklan Kampanye di Dunia Siber Selama Masa Tenang
Jakarta, Cyberthreat.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melarang iklan kampanye di dunia siber selama masa tenang Pemilu 2019. Masa tenang berlangsung selama tiga hari sebelum pencoblosan yakni pada tanggal 14, 15 dan 16 April.
Dirjen Aplikasi dan Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapanmengatakan pemerintah akan mengontrol ketat ruang siber selama masa tenang. Bagi pemilih rasional, kata dia, masa tenang adalah waktunya berpikir untuk menentukan pilihan di bilik suara nanti.
Menurut Semuel, larangan iklan kampanye tersebut berlaku pada akun media sosial resmi peserta Pemilu 2019 seperti partai politik dan tim sukses capres dan cawapres, serta akun relawan resmi.
“Bagaimana kami menjaga ruang siber di masa tenang? Ya iklan kampanye dilarang karena di dunia nyata iklan kampanye itu dibatasi seperti di koran dan televisi, masa di ruang siber tidak dibatasi,” kata Semuel di Media Center Kominfo, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Akun-akun medsos resmi peserta Pemilu tidak boleh menayangkan konten kampanye seperti video, meme atau percakapan politik. Kominfo juga melarang tampilan iklan adsense yang bermuatan politik. Jika ada melanggar ketentuan, kata dia, Kominfo langsung melakukan penurunan (takedown).
“Kesepakatan ini kami capai bersama platform sekaligus membantah kabar hoaks yang menyebut Kominfo melarang medsos di masa tenang. Platform juga menyepakati aturan iklan adsense di ruang medsos,” ujarnya.
Sejumlah platform media sosial menggelar rapat bersama Kementerian Kominfo, antara lain Google, Twitter, Facebook, Line, Bigo Live, Live Me, dan Kwai Go. Mereka setuju dengan aturan larangan iklan kampanye di masa tenang demi menjadikan ruang siber lebih tertib.
“Kami perlu pesankan bahwa larangan iklan kampanye ini tegas ya,” tegas Semuel.
Buzzer Politik
Bagaimana dengan buzzer politik yang senantiasa mengisi ruang media sosial di masa kritis? Semuel mengatakan pihaknya masih bingung menerapkan aturan bagi buzzer. Di satu sisi, kata dia, pemerintah bisa dituding melanggar kebebasan berekspresi jika melakukan aksi takedown. Di sisi lain, Kominfo melarang akun-akun resmi beriklan.
“Untuk ini (buzzer), kami akan konsultasi dengan KPU selaku penyelenggara Pemilu,” kata Semuel.
Buzzer politik yang memiliki banyak pengikut di media sosial bisa mempengaruhi pemilih. Konten yang mereka unggah kerap menarik perhatian termasuk laporan-laporan mengenai kecurangan Pemilu. Semuel mengatakan, jika buzzer bertindak untuk kepentingan komersial bisa ditindak, tapi buzzer simpatisan sulit untuk dikenakan hukuman.
“Kami tetap berpegang kepada pihak-pihak yang beriklan kepada platform tadi. Di luar itu kami akan kaji lagi, tapi pada dasarnya aturan ini dititikberatkan pada platform, belum individual,” kata Semuel
Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja menegaskan, larangan kampanye di masa tenang yaitu mengajak untuk memilih, lalu menawarkan visi & misi, program kerja, serta citra diri. Bawaslu, kata dia, telah mencapai kesepakatan tersebut bersama platform maupun tim sukses dan partai politik.
“Percakapan di media sosial tidak bisa dilarang karena itu amanat UUD, kebebasan berpendapat berbicara. Pokoknya, selama bukan tim kampanye, peserta pemilu, dan tim sukses kampanye, maka itu memang agak sulit membatasinya,” ujar Rahmat Bagja.