Buntut Pemblokiran Artikel Joe Biden, Twitter Ubah Kebijakan Soal Konten Hasil Peretasan

Ilustrasi artikel New York Post yang sempat diblokir

Cyberthreat.id - Twitter memutuskan mengubah kebijakannya terkait konten hasil peretasan, biasa disebut Hacked Materials Policy. Dalam kebijakan terbaru, Twitter mengatakan akan berhenti menghapus koten hasil peretasan, kecuali yang dibagikan oleh peretas atau kelompok yang terlibat langsung.

Dilansir dari The Verge, kebijakan baru Twitter ini menyusul kritikan atas cara perusahaan menangani pemberitaan New York Post pada 14 Oktober  tentang mantan Wakil Presiden Amerika Joe Biden dan putranya Hunter Biden. Diketahui, Twitter melarang orang-orang membagikan artikel yang menyorot Biden, penantang Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika 3 November mendatang.

Legal, Policy and Trust & Safety Lead Twitter, Vijaya Gadde, yang mengumumkan perubahan itu di Twitter mengatakan perusahaan "tidak akan lagi menghapus konten yang diretas kecuali secara langsung dibagikan oleh peretas atau mereka yang bertindak bersama-sama dengan mereka." Sebaliknya, Twitter akan melabeli cuitan dengan konteks alih-alih memblokirnya.

Langkah tersebut dilakukan setelah Twitter memblokir tautan ke artikel Post yang mengklaim bahwa Hunter Biden memperkenalkan ayahnya kepada seorang eksekutif di perusahaan energi Ukraina, Burisma. Klaim itu berdasarkan sebuah email ucapan terima kasih dari eksekutif perusahaan itu yang dikirim kepada Hunter Biden. 

Keakuratan berita Post telah dipertanyakan oleh beberapa organisasi pemeriksa fakta.

“Kami tidak ingin mendorong peretasan dengan mengizinkan Twitter digunakan sebagai distribusi untuk materi yang mungkin diperoleh secara ilegal,” tulis bagian keamanan Twitter.

Namun, CEO Twitter Jack Dorsey justru berbeda pandangan. Pada Jumat pagi, Jack mengatakan,"pemblokiran langsung terhadap URL adalah salah, dan kami memperbarui kebijakan dan penegakan untuk memperbaikinya. Tujuan kami adalah mencoba menambahkan konteks, dan sekarang kami memiliki kemampuan untuk melakukannya."

Vijaya Gadee megatakan kebijakan materi hasil peretasan yang diberlakukan Twitter sejak 2018 bertujuan "mencegah dan mengurangi bahaya terkait dengan peretasan dan pemaparan informasi pribadi yang tidak sah. Kami mencoba menemukan keseimbangan yang tepat antara privasi orang-orang dan hak kebebasan berekspresi, tetapi kami dapat melakukannya dengan lebih baik. ”

Dia menambahkan bahwa perusahaan mengubah kebijakannya untuk "mengatasi kekhawatiran bahwa mungkin ada banyak konsekuensi yang tidak diinginkan terhadap jurnalis, pelapor, dan lainnya dengan cara yang bertentangan dengan tujuan Twitter untuk melayani percakapan publik."

Twitter awalnya terus memblokir tautan ke artikel Post karena melanggar aturannya tentang berbagi informasi pribadi. Dan menurut NBC News, FBI sedang menyelidiki apakah email yang dirujuk dalam artikel Post itu terkait dengan operasi intelijen asing. Tetapi Twitter kemudian membalikkan posisinya, dengan mengatakan membuka blokir tautan ke artikel itu lantaran informasi telah menyebar cukup luas sehingga tidak bisa lagi dianggap pribadi.

Komite Kehakiman Senat yang menyebut pemblokiran oleh Twitter sebagai "campur tangan pemilu", berencana memanggil Dorsey untuk dimintai keterangannya.

Berawal dari Sebuah Laptop di Toko Komputer
Dalam laporan New York Post disebutkan, materi artikel yang diblokir Twitter itu berasal dari sebuah laptop Macbook Pro yang dibawa ke sebuah toko reparasi komputer di negara bagian asal Biden di Delaware pada April 2019.

Menurut pemilik toko, pelanggan datang ke tokonya membawa MacBook Pro yang rusak karena air. Namun, lama ditunggu, laptop itu tak kunjung diambil, meskipun pemilik toko mengaku telah mencoba berulang kali menghubungi pemilik laptop.

Tidak pasti apakah pelanggan yang membawa laptop rusak adalah Hunter Biden. Namun, menurut pemilik toko, laptop itu ditempeli stiker dari Beau Biden Foundation, dinamai berdasarkan nama mendiang saudara laki-laki Hunter dan mantan jaksa agung Delaware.

Foto panggilan pengadilan federal Delaware yang diberikan kepada The Post menunjukkan bahwa komputer dan hard drive disita oleh FBI pada bulan Desember, setelah pemilik toko mengatakan telah melaporkan kepada FBI tentang keberadaan laptop itu.

Namun sebelum menyerahkan perlengkapannya, kata pemilik toko, dia membuat salinan hard drive dan kemudian memberikannya kepada mantan pengacara Walikota Rudy Giuliani, Robert Costello.

Steve Bannon, mantan penasihat Presiden Trump, mengatakan kepada The Post tentang keberadaan hard drive pada akhir September dan Giuliani memberikan salinannya kepada The Post pada hari Minggu.[]