ANCAMAN SIBER PEMILU UKRAINA 2019
Ukraina Kerahkan Ratusan Ahli Keamanan Siber
Kiev, Cyberthreat.id – Lebih dari selusin pakar keamanan siber lokal dan dari negara-negara barat menyaksikan serangan siber asing yang disimulasikan pada sebuah layar besar di kantor pusat Kepolisian Ukraina (Security Service Ukraine/SBU).
Latihan yang melibatkan seratus ahli keamanan siber itu bertugas untuk melindungi penyelenggaraan Pilpres Ukraina dari serangan peretas (hacker) Rusia.
Seperti diberitakan France24.com, Minggu (17/3/2019), kegiatan tersebut merupakan rangkaian simulasi pengamanan siber menjelang pemilihan pada 31 Maret mendatang. Selama latihan itu, peretas dari negara-negara barat berpura-pura menyusup ke situs web Komisi Pemilihan Umum Ukraina.
Otoritas Ukraina mengatakan, pemerintah telah mengidentifikasi banyak serangan siber seperti pishing untuk masuk ke komputer kementerian negara dan lembaga negara lain dalam beberapa bulan terakhir.
“Rusia sedang melakukan serangan siber yang menimbulkan kerusakan besar,” kata Oleksandr Kylmchuk, pejabar senior kontra intelijen di Kepolisian Ukraina.
Klymchuk mengatakan, banyak botnet (internet bot), yang terinfeksi malware, yang bertujuan menebarkan teror kepada warga Ukraina.
Ukraina pun meminta bantuan Facebook untuk memblokir akun-akun Facebook dan Instagram karena terlibat dalam jejaring Rusia. Ada sekitar 2.000 akun telah diblokir atas permintaan Kepolisian Ukraina.
Kylmchuk menegaskan, ahli keamanan siber Ukraina saat ini telah dilatih oleh NATO dan perusahaan global sehingga lebih siap menghadapi peretas Rusia ketimbang kejadian pada 2014.
“Mereka akan mencoba untuk menghancurkan kami, tetapi kami siap untuk mengusir serangan siber ini,” tegas Kylmchuk.
Seperti diketahui, Rusia dituding turut campur dalam Pilpres Amerika Serikat dan Uni Eropa. Bahkan, Rusia juga dikhawatirkan bisa mengacaukan Pemilu Ukraina melalui kampanye hoaks di media sosial dan akun-akun bot (mesin otomatis).
Namun, Rusia membantah bahwa negaranya turut campur pemilu negara lain, termasuk peretasan yang dilaukan badan intelijen Rusia, GRU.
Hubungan Ukraina dengan Rusia, bekas induknya, putus setelah rezim yang didukung Rusia digulingkan lewat pemberontakan rakyat pada 2014. Rusia pun membalas aksi itu dengan mencaplok Crimea dan mendukung pemberontakan separatis di bagian timur Ukraina. Konflik antara kedua negara tersebut sedikitnya telah merenggut 13 ribu nyawa.