Tiga Persen TNI Terpapar Radikal, Analis: Sumbernya Internet

Ilustrasi pasukan khusus | Foto: Ist

Jakarta, Cyberthreat.id - Analis intelejen dan keamanan Universitas Indonesia (UI) Stanislaus Riyanta menilai internet sebagai sumber utama sebaran paham radikal dan terorisme yang meracuni berbagai kalangan di Tanah Air termasuk TNI. 

Ia merujuk pernyataan yang disampaikan Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu yang mengatakan sekitar tiga persen anggota TNI terpapar paham radikal dan tidak setuju dengan ideologi negara, Pancasila.

Ucapan itu diungkapkan Ryamizard kala menghadiri halalbihalal Mabes TNI di GOR Ahmad Yani Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu 19 Juni 2019.

"Kalau memang benar yang diucapkan Menhan, tiga persen itu, maksud saya metode/alat ukur radikal benar dan paradigmanya jelas, saya yakin anggota TNI yang terpapar itu dari internet," kata Stanislaus kepada Cyberthreat.id di Jakarta, Kamis (20 Juni 2019).

Stanislaus mengatakan, ada beberapa metode yang dilakukan teroris ketika menanamkan paham radikal. Pertama, metode bertemu langsung atau tatap muka. Menurut Stanislaus, metode ini gugur dengan sendirinya karena sulit dilakukan di lingkungan TNI.

"TNI itu satu komando, garisnya jelas dan mereka punya semangat Corsa, latihan bersama dan lain-lainnya. Tentu sulit melakukan tatap muka dan mencuci otak di lingkungan TNI," ujarnya.

Metode selanjutnya lewat penyebaran paham radikal via internet. Metode ini memang paling memungkinkan. Contohnya, kata dia, sejak Februari 2019 jaringan teroris di Indonesia sudah terpantau aktif menyebar petunjuk maupun tutorial lewat situs dan jaringan teror di dunia maya. 

Internet juga membuat seorang punya hak eksklusif belajar atau terpapar paham radikal.

Stanislaus menjelaskan bahwa terorisme di dunia siber merupakan katalisator, yakni mempercepat terjadinya radikalisasi yang dulu manual lewat tatap muka. Sekarang, komunikasi dunia siber menjadikan tindakan terorisme lintas batas.

"Misalnya orang Suriah bisa melakukan doktrinasi ke Indonesia. Siber membuatnya lebih cepat menyebar dan lebih berbahaya," kata dia.

Lampu Merah

Stanislaus mengatakan jumlah TNI aktif yang saat ini bertugas sekitar 400 ribu. Jika tiga persennya terpapar radikal, maka jumlahnya bisa mencapai 12 ribu orang. 

Ia sepakat dengan ucapan Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang mengatakan akan mendalami dan melakukan kajian ilmiah ucapan Menhan Ryamizard Ryacudu termasuk memperhatikan konten radikal di dunia Maya dan ancaman terorisme siber.

Panglima TNI Hadi mengucapkannya saat bertemu dengan para ulama di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (20 Juni 2019).

"Satu orang sipil radikal jika menjadi teroris, pegang senjata, pegang bom, itu sangat berbahaya. Apalagi 12 ribu orang TNI terlatih. Seharusnya TNI adalah lembaga paling kuat di Indonesia agar bisa membentengi dirinya maupun membentengi negara dari ancaman ideologi."