AS Getol Incar TikTok, Australia Tak Buru-buru Batasi

TikTok | Foto: Unsplash

Cyberthreat.id – Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan, sejauh ini pemerintah belum menemukan bukti kuat untuk membatasi aplikasi video pendek TikTok.

Ia menanggapi itu ketika ditanya tentang rencana Presiden Amerika Serikat melarang aplikasi milik ByteDance asal China.

“Kami jelas akan mengawasi mereka, tapi belum ada bukti yang menunjukkan kepada kami,” ujar Morriscon kepada Aspen Security Forum yang diadakan secara virtual melalui Zoom, seperti dikutip Reuters, Rabu (5 Agustus 2020).

Morrison mengatakan, pada Juli lalu, pemerintah Australia memang memantau operasional TikTok.

“Ada banyak hal di TikTok yang cukup memalukan untuk umum,” canda dia.

Sementara, di Amerika Serikat, TikTok dalam posisi rumit. Presiden Donald Trump mengatakan akan melarang TikTok pada 15 September, kecuali operasi perusahaan di AS dijual. Microsoft Corp mengatakan sedang dalam pembicaraan untuk mengakuisisi operasi TikTok di AS.

Pada Kamis (6 Agustus) Senat AS dengan suara bulat menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang melarang pegawai negeri sipil federal memakai aplikasi TikTok.

Pegawai akan dilarang menginstal TikTok di perangkat-perangkat milik pemerintah. Rencana larangan ini menyusul kekhawatiran pemerintah terhadap jaminan keamanan dan privasi data pengguna, demikian seperti dikutip Reuters, diakses Jumat (7 Agustus).

Kekhawatiran AS itu memang masuk akal. Sebab, sesuai hukum China yang disahkan pada 2017, setiap perusahaan memiliki “kewajiban untuk mendukung dan bekerja sama dalam pekerjaan intelijen nasional negara”.

Berbicara sebelumnya pada Selasa (4 Agustus) di Aspen Security Forum, Duta Besar China untuk AS Cui Tiankai mengatakan tidak ada bukti bahwa TikTok berbagi informasi dengan pemerintah China.

Juli lalu, Dewan Perwakilan Rakyat AS juga sepakat untuk melarang pegawai federal mengunduh dan menginstal aplikasi pada perangkat pemerintah.

Versi final dari RUU tersebut, yang menggabungkan versi DPR dan Senat, selanjutnya membutuhkan persetujuan dari Presiden Donald Trump untuk diteken sebagai undang-undang.

Jika melongok pelarangan perangkat 5G Huawei, ketika AS mulai menetapkan kebijakannya, para sekutunya, terutama di aliansi Five Eyes (Australia, Selandia Baru, Inggris) juga turut mendukung AS. Mereka ramai-ramai melarang 5G Huawei. Hanya satu dari anggota Five Eyes yang sejauh ini belum membuat keputusan soal pelarangan 5G Huawei, yaitu Kanada.[]