Jika TikTok Resmi Dibeli Microsoft, Warganet China Ancam Hapus Aplikasi
Cyberthreat.id – ByteDance, induk perusahaan TikTok, dikecam keras oleh pengguna media sosial di China lantaran wacana penjualan platform media sosialnya dengan Microsoft Corp.
Sampai-sampai Pendiri ByteDance, Zhang Yiming, membuat surat klarifikasi kepada karyawannya, Selasa (4 Agustus 2020), seperti dikutip dari Reuters, diakses Rabu (5 Agustus).
Yiming juga menjelaskan bahwa ada kesalahpahaman di media sosial China tentang rencana TikTok di Amerika Serikat. Dikatakan pula, saat ini perusahaan sedang menghadapi lebih banyak hambatan ketika sentimen anti-China meningkat di luar China.
"Saya benar-benar memahami [kritik yang disampaikan di media sosial]," kata Zhang dalam surat itu.
“Orang-orang memiliki harapan yang tinggi terhadap sebuah perusahaan yang didirikan oleh orang China yang mendunia, tetapi memiliki sedikit informasi tentangnya. Dengan banyak keluhan terhadap pemerintah AS, mereka cenderung mengecam kami dengan kritik keras."
Zhang mengatakan tujuan AS bukan untuk memaksakan penjualan operasi TikTok AS melalui Komite Investasi Asing di AS (CFIUS), tetapi untuk melarang aplikasi tersebut. Ada proses hukum yang ByteDance tidak punya pilihan selain mengikuti, kata dia.
Zhang mengatakan, perusahaan telah memulai pembicaraan dengan Microsoft.
Media China pertama kali yang melaporkan isi surat internal perusahaan itu dan sebuah sumber mengonfirmasi isi memo itu kepada Reuters. ByteDance belum menanggapi soal hal itu.
Sejak Senin (3 Agustus), beberapa pengguna Weibo, mengatakan mereka akan menghapus aplikasi video pendek ByteDance versi China, Douyin, dan agregator berita, Jinri Toutiao, karena ByteDance dianggap “menyerah terlalu cepat” kepada Washington.
Pengguna yang lain mendesak ByteDance untuk belajar dari Google, yang memilih untuk menarik diri dari pasar China pada 2010, setelah pemerintah China meminta melakukan praktik sensor atas hasil mesin pencarinya.
Presiden AS Donald Trump awalnya menolak gagasan menjual operasi TikTok AS ke Microsoft, tetapi berubah pikiran setelah mendapat tekanan dari beberapa penasihat dan banyak pihak di partai Republik, karena pelarangan TikTok dapat mengalienasi banyak pemilih muda.[]
Redaktur: Andi Nugroho