Tanda Tangan Elektronik Mulai Diterapkan Kementerian/Lembaga

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Cyberthreat.id – Sejumlah kementerian/lembaga juga BUMN kini mulai menerapkan tanda tangan elektronik (TTE) yang dikeluarkan Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Selama periode bekerja dari rumah (work from home) karena pandemi Covid-19, BSrE melakukan perjanjian kerja sama dengan sejumlah K/L.

Sejumlah K/L yang telah menerapkan TTE, antara lain Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Selanjutnya, SKK Migas, ANRI, Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI), PT KAI, Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung, dan Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

BSSN menyatakan, untuk pertama kali proses teken perjanjian kerja sama tersebut dilakukan secara daring via aplikasi Sistem Informasi Monitoring Layanan Sertifikat Elektronik (SIMANTAPS).

SIMANTAPS merupakan sistem informasi berbasis web untuk mengelola layanan sertifikasi elektronik di BSrE. Fitur-fitur di dalamnya, seperti manajemen kerja sama layanan, manajemen kemajuan instansi, manajemen kegiatan, manajemen survei kepuasan, dan manajemen layanan bantuan.

Kepala BSrE Rinaldy mengatakan, pemanfaatan TTE dapat mendorong peningkatan efektivitas dan efisiensi berbagai layanan sistem elektronik.

"Ini salah satu langkah BSSN menutup satu per satu celah keamanan siber di Indonesia untuk membangun ekosistem siber yang aman [...] yang diharapkan akan berujung pada kemandirian, kedaulatan dan ketahanan siber Indonesia," ujar dia seperti dikutip dari situs web BSSN, diakses Selasa (28 Juli 2020).

Rinaldy mengatakan, ada perbedaan antara TTE dengan tanda tangan hasil pindai di mata hukum, yaitu menyangkut keabsahannya.

"TTE sah diakui secara hukum, sedangkan tanda tangan hasil scan tidak," kata dia.

Jika ada satu bagian saja tidak patuh prosedur penggunaan sertifikat elektronik, kata dia, layanan sertifikat elektronik bisa dianggap tidak sah, “sehingga [layanan] bisa dicabut karena faktor keamanan informasinya tidak dapat terpenuhi," tutur Rinaldy.[]