Onno W Purbo: Tak Ada Bangsa Lain Punya Jaringan Internet Komunitas Sebesar Indonesia

Onno W Purbo | Foto: Cyberthreat.id/Rahmat Herlambang

Cyberthreat.id – Terlintas ingin membuat jaringan internet sendiri di lingkungan rumah Anda? Mimpi tersebut bisa Anda wujudkan secara mandiri.

Pakar teknologi informasi, Onno W Purbo, mengatakan, jaringan internet bisa diciptakan sendiri—istilah yang ia sebut sebagai “jaringan internet mandiri”.

“Sekarang ini peralatan untuk bikin internet dan seluler sudah murah dan sangat user friendly (mudah dipakai). Jadi, secara teknik sebetulnya gampang sekali untuk orang biasa bikin internet sendiri maupun jaringan selular sendiri,” ujar Onno dalam perbincangan dengan Cyberthreat.id beberapa waktu lalu.

Jaringan internet mandiri yang bisa dibuat beragam jenisnya. Ada yang disebut dengan OpenBTS, RT/RW-net, community network, open cellular, community cellular, dan lain-lain.

Dari banyak jenis itu, Onno menyarankan yang paling murah yaitu RT/RW-net.  “Ini paling murah, investasi bisa Rp 20-30 juta. [Untuk kecepatannya] rata-rata 100-300 Mbps, beberapa bisa 1Gbps” kata dia.

Ide RT/RW-net sudah ada di Indonesia sejak 1996. Teknologi yang dipakai dalam pembuatannya disebut dengan nama “Wajanbolic”.

Onno mengatakan, teknologi itu pertam akali digunakan pada 1996-an oleh sejumlahj mahasiswa di Universitas Muhammadyah Malang. Mereka menyambungkan indekos mereka ke kampus, lalu tersambung ke jaringan AI3 Indonesia melalui GlobalNet di Malang dengan internet gateway di Institut Teknologi Bandung.

“Sambungan antara RT/RW-net di kos-kosan ke UMM dilakukan menggunakan walkie talkie di VHF band 2 meter pada kecepatan 1200 bps,” tulis Onno dalam blog pribadinya.

Onno mengatakan, implementasi yang serius dari RT/RW-net dilakukan pertama kali oleh Michael Sunggiardi di perumahnnya di Bogor sekitar 2000-an. Awalnya Michael menggunakan kabel LAN, kata Onno, tapi kini tampaknya sudah menggunakan nirkabel (wi-fi) karena lebih mudah dan harga peralatan yang semakin murah.

Menurut Onno sebenarnya sudah banyak yang mengimplementasi berbagai jenis jaringan internet mandiri ini. “Ada sekitar 60.000-an di seluruh Indonesia. Bisa dibaca di paper saya (PDF), yang saya paparkan di Australian National University Canberra,” ujar Onno.

Namun, menurut Onno, jaringan internet mandiri masih sangat rentan, kebanyakan masih “tutup mulut”, karena terancam masuk penjara.

Kasus ini pernah terjadi pada 2017 di Bengkulu. Laporan Kompas.com (3 Maret 2020) menyebutkan, ada empat tersangka dijerat hukum lantaran menggunakan jaringan RT/RW-net. Mereka disangkakan telah melanggar UU Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dengan ancaman penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 600 juta.

"Mereka melakukan bisnis tersebut sekitar lima tahun lebih dengan jumlah pelanggan berkisar 50 hingga 200 pelanggarn," kata Kasubdit I Tipid Indagsi, Polda Bengkulu, AKBP Edi Sujatmiko kala itu.

"Memang RT/RW Net ini izinnya harus ke Kementerian Komunikasi dan Informatika, cukup panjang alurnya. Sementara di daerah banyak titik blank spot yang tidak mampu dijangkau akses internet oleh Telkom. Sementara masyarakat butuh internet. Ini keterbatasan pemerintah. Kami berharap pemda dapat membuat aturan yang lebih memudahkan sehingga rakyat dapat menikmati internet dengan mudah," tutur Edi.

Menyangkut aturan hukum OpenBTS dan RT/RW-net, menurut Onno, sebenarnya telah ada payung hukumnya yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2016.

Oleh karena itu, untuk mendirikannya bisa mengajukan proposal ke Kementerian Kominfo sehingga menjadi legal. Hal itu yang dia lakukan saat mendirikan jaringan internet mandiri di puluhan desa sekaligus di Papua sekitar 1-2 tahun lalu.

Meski jaringan internet mandiri itu diajukan untuk di wilayah desa, kata Onno, sebenarnya implementasinya bisa di mana saja. “Banyak kok yang bikin di kos-kosan, di apartemen, dan lain-lain,” kata dia.

Dengan jaringan internet mandiri, kata Onno, biaya akses internet jadi lebih murah dan bisa sangat bermanfaat selama masa karantina Covid-19 ini. “Kecepatan lokal sekitar 100-300 Mbps, iuran paling sekitar Rp 20.000 hingga Rp 50.000 per bulan,” kata dia.

Jaringan internet mandiri itu mampu digunakan untuk menonton video dan bermain game sampai muntah-muntah, canda Onno. Namun, sangat bisa pula dipakai untuk belajar jarak jauh selama masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Hanya kekurangan dari jaringan internet mandiri, kata Onno, tingkat profesional dari pengelola. Jika pengelola jaringan itu pintar, hasilnya juga akan bagus.

“Ini masalah pendidikan,” kata dia. “Yang paling penting adalah ada orang pintar yang bisa mengerjakan itu semua.”

Onno pun berharap pemerintah dapat membuka mata untuk melihat bahwa bangsa Indonesia adalah pemimpin di dunia jaringan internet komunitas.

“Tidak ada bangsa lain yang punya jaringan internet komunitas sebesar Indonesia,” katanya.[]

Redaktur: Andi Nugroho