Anggota Komisi I DPR Kritik Hak Akses Data Dukcapil oleh Swasta
Jakarta, Cyberthreat.id – Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengkritik keputusan Kementerian Dalam Negeri memberikan hak akses kepada para perusahaan swasta, seperti aplikasi pinjaman daring (pindar) terkait data kependudukan oleh
“Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP) saja baru akan dibahas di DPR tahun ini. Menurut saya, sepertinya sekarang ini belum tepat memberikan akses data kependudukan kepada Badan Hukum Indonesia (BHI) termasuk swasta di dalamnya,” ujar Sukamta dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Cyberthreat.id, Sabtu (13 Juni 2020).
Menurut Sukamta, meskipun Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk) 2006, yang sudah direvisi pada 2013, memperbolehkan swasta mengakses data kependudukan, tetap saja UU PDP belum ada.
“Memang sudah ada regulasi PDP berupa peraturan pemerintah, tapi power-nya tidak sekuat undang-undang. Pada titik inilah wajar jika kita semua khawatir adanya potensi penyalahgunaan data,” tutur Sukamta.
Berita Terkait:
- Hak Akses Swasta ke Data Dukcapil, Mendagri Tito: Jangan Sampai Data Bocor
- Ada 2.108 Lembaga Diberi Hak Akses ke Data Dukcapil
- CEO UangTeman Bicara Soal Hak Akses Data Dukcapil
Dia menyadari di era digital saat ini hampir semua urusan melalui daring dan meminta data pribadi. “Jadi ini memang suatu keniscayaan,” kata dia.
Namun, karena data digital seperti ini sangat rentan disalahgunakan bahkan rentan terjadi serangan hacker dan cracker, “maka peraturan pelindungannya harus jelas dan tegas,” ujar dia.
Untuk itu, kata Sukamta, Komisi I akan mengatur persoalan akses data tersebut dalam pembahasan RUU PDP. Menurut dia, harus jelas siapa saja yang bisa mengakses data pribadi, apa saja syarat dan batas-batasnya, bagaimana ketentuan monetisasi dari akses data ini (apakah perlu berbayar atau free), dan hal-hal lainnya.
“Terkait monetisasi ini juga kita perlu pastikan apakah Kemendagri memberikan akses data itu free atau berbayar? Misalnya berbayar, perlu dipastikan pemegang data tidak seenaknya memindahkan atau memperjualbelikan data penduduk ke pihak berikutnya dan berikutnya yang akan merugikan pemilik asal data,” ujar Sukamta.
Selain itu, kata Sukamta, sanksi yang tegas juga akan kita atur di RUU PDP agar mampu memberi efek jera demi meminimalisasi penyalahgunaan data.
"Data sekarang ini sudah menjadi komoditas penting dan mahal serta rawan disalahgunakan untuk tindakan kriminal, penipuan, terorisme, dan lain-lain. Jangan sampai akses data tidak terkendali. Ini harus menjadi dorongan bagi semua pihak agar RUU PDP segera dibahas dan disahkan," ujar Sukamta.
Menyinggung persoalan RUU PDP, Cyberthreat.id menanyakan apakah belum ada jadwal pembahasannya di DPR, Sukamta menjawab: belum. []
Redaksi: Andi Nugroho