Lima Prediksi Tren Teknologi Pasca Wabah Covid-19

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Jakarta, Cyberthreat.id – Wabah virus corona (Covid-19) bakal menciptakan pola baru di masyarakat, terutama di dunia teknologi. Ada sejumlah prediksi yang berkembang begitu wabah mereda. Setidaknya terjadi percepatan digitalisasi dan masyarakat mulai nyaman beraktivitas secara daring (online).

“Proses [saat ini] ke arah growing online karena begitu Covid-19 selesai, orang masih waswas. Kemungkinan virus lain akan muncul lagi, orang itu trauma dan khawatir gitu. Kemudian, mereka akan lebih nyaman untuk social distancing, lebih nyaman untuk apa pun secara online karena risiko wabah berikutnya,“ ujar Managing Partner Inventure Yuswohady saat berbincang kepada Cyberthreat.id, Selasa (24 Maret 2020).

Ada lima hal yang bakal tumbuh di dunia online menurut penulis buku Millenials Kill Everything—buku yang meramalkan  bahwa generasi milenial bakal “membunuh” cara kerja kantoran dan cenderung menjalani kerja dari rumah (work from home/WFH); fenomena yang kini sedang dijalani banyak orang di dunia.

Pertama, ketika wabah virus corona mereda, perusahaan di bidang digital, terutama terkait situs web belanja daring (e-commerce) akan tumbuh pesat. Ini lantaran masyarakat telah nyaman berbelanja daring selama wabah berlangsung. “Dengan adanya Covid-19 ini, yang menarik adalah untuk groseri (toko bahan makanan) itu akan dibeli secara online,” ujar dia.

Tren belanja daring di masa depan, kata dia, akan cenderung pada barang-barang utama, seperti sembako dan berkaitan dengan medis. Padahal, tren belanja daring sebelumnya lebih ke produk kosmetik, pakaian, elektronik, dan tiket liburan. “Nanti beli beras, beli minyak, beli peralatan-peralatan yang selama ini di minimarket, nanti belinya secara online,” tutur dia.

Ia memberi perhitungan begini: jika wabah saat ini berlangsung selama enam bulan, tidak serta merta warga akan berani berinteraksi sosial, termasuk belanja fisik. Maka, ia memprediksi, pola yang tadinya belanja daring, kemungkinan besar masih akan terus berjalan, setidaknya selama tiga bulan awal setelah wabah mereda. “[Tapi], ini bisa jadi permanen juga nanti, mungkin enggak semua ya, mungkin separuhnya, itu karena [mereka sudah] keenakan [belanja] secara online. Sudah nyaman dan lebih murah untuk customer,” kata Yuswohady.

Kedua, proses digital transformasi baik dari sisi konsumen maupun produsen akan semakin kencang. “Kalau sebelumnya berjalannya transformasi digital itu jalan secara natural, sekarang ini kayak dipaksa orang untuk growing online,” tutur dia. Contohnya ialah belajar dari rumah dengan platform digital.

“Anak-anak sebelumnya walaupun ada aplikasi Ruangguru, kan orang enggak kemudian adapatif dengan Ruangguru, [selama ini] kalangan tertentu saja [yang memanfaatkannya]. Dengan adanya Covid-19 ini, semua dipaksa untuk belajar secara online,” ujar dia.

Menurut Yuswohady, saat ini masa-masa eksperimen, di mana para siswa akan berjuang  mencoba-coba dengan platform belajar digital yang ada. “Nanti ada orang yang merasakan sudah coba-coba, ternyata enggak bisa. Kalau enggak bisa, dia akan balik ke offline. Tapi, begitu ada yang sudah nyaman, ternyata belajar online kok lebih efisien, lebih enak gitu, maka dia akan permanen,” Yuswohady memprediksi.

Ketiga, kebijakan bekerja dari rumah (WFH) memunculkan pola konsumsi baru terhadap teknologi digitalisasi, terutama konsumsi terhadap platform yang mendukung proses WFH.

“WFH itu selama ini sulit dilakukan karena orang masih terbiasa kerja itu di kantor. Sehingga aplikasi yang bergerak di bidang ini, perkembangannya juga lambat gitu. Tapi, adanya dorongan untuk—mau enggak mau—dipaksa working from home, maka perangkat digital untuk mendukung WFH ini akan meningkat,“ ujar dia.

Keempat, perusahaan digital yang bergerak di media sosial dan hiburan, seperti Netflix, Spotify, dan lain-lain diprediksi makin nge-tren. Ini lantaran, menurut Yuswohady, selama masa pembatasan sosial dan kerja dari rumah justru dimanfaatkan banyak orang untuk mengakses media sosial dan streaming hiburan.

“Makanya mal itu nanti punah, tempat-tempat kumpul itu punah karena orang akan lebih suka mengarah kepada belanja, termasuk entertainment itu secara online,” ujar Yuswohady.

Kelima, dari pola yang terbentuk karena social distancing,  maka akan membuat teknologi realitas virtual (virtual reality/VR) dan realitas tertambah (augmented reality/AR) semakin nge-tren setelah wabah Covid-19 berhenti. Di masa depan, kata dia, ada alternatif untuk mengisi hiburan dengan teknologi VR dan AR.

“Konser nanti bisa jadi akan makin turun, sekarang kan milenial seneng nonton bioskop, nonton konser liburan, tapi adanya Covid-19 ini membawa trauma. Nanti, orang menjadi semakin mengurangi liburan, mengurangi konser. Terus alternatifnya gimana? Kalau ngomong digital: virtual reality sama augmented reality itu akan booming (populer),” ujar dia.

Tak hanya itu, ia juga memprediksi teknologi VR dan AR dipakai oleh pelaku e-commerce. “Misalnya, kita enggak bisa mengunjungi minimarket, tetapi dengan teknologi VR/AR itu, kita bisa eksperimen beli seolah-olah di minimarket, bisa milih, bisa nyoba, bisa ngerasain dengan VR," kata dia.

Sementara itu, pakar keamanan siber Vaksincom, Alfons Tanujaya, juga memiliki prediksi yang tak jauh berbeda dengan Yuswohady.

Alfons mengatakan, penetrasi transaksi e-commerce akan lebih cepat lagi. Ia memprediksi akan banyak sektor yang beralih ke e-commerce. “Seperti kebutuhan pokok, pasar dan lainnya yang membutuhkan interaksi langsung, akan hanya mengandalkan interaksi tidak langsung,” ujar dia.

Selanjutnya, kata Alfons, efek dari e-commerce adalah menumbuhkan tren uang elektronik (e-money) dan dompet digital (e-wallet) semakin pesat. “E-money dan e-wallet akan makin cepat penetrasinya. Kehidupan digital akan makin cepat bergerak,” kata Alfons.

Prediksi lain, kata dia, imbauan WFH yang terjadi saat ini akan memunculkan pasar yang berkaitan dengan layanan teknologi, seperti cloud computing, Software as a Service (SaaS),  Infrastructure as a Service (IaaS). “Itu tidak bisa dihindarkan,” kata dia.

Selain itu, ia memprediksikan koneksi jaringan virtual pribadi (VPN) akan menjadi tulang punggung WFH. “Pasar VPN dan sekuriti akan meningkat menyesuaikan dengan demam WFH. Koneksi internet yang handal dan cepat akan menjadi kebutuhan primer,” tutur Alfons.[]

Redaktur: Andi Nugroho